RADARSEMARANG.COM, Temanggung – Masyarakat Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung menggelar Manten Lurah Traji dalam rangka menyambut pergantian tahun baru Islam atau 1 Muharam Jumat (29/7) malam. Acara ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dan menjadi salah satu tradisi sakral.
Tradisi ini sempat terhenti selama 2 tahun ke belakang akibat pandemi Covid-19. Salah satu prosesi adat yang sangat unik dalam kegiatan ini adalah Suran Manten Lurah Desa Traji. Kepala desa bersama pasangannya didandani seperti pengantin dan diarak oleh warga menuju mata air utama yang bernama Sendhang Sidukun serta mata air lain sebagai sumber kehidupan.
Di sana, mereka mengikuti acara doa bersama kemudian berebut gunungan hasil bumi. Menurut leluhur masyarakat setempat, ritual ini tak lain adalah simbol kedekatan manusia dengan alam sekitar, termasuk mata air yang menjadi pusat kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Warga Desa Traji rutin menggelar serangkaian ritual prosesi adat menyambut datangnya tahun baru umat Islam atau biasa disebut malam 1 Suro,” ujar pemangku adat, budaya, dan tradisi Desa Traji Yosef Heristyo Endro Baruno.
Menurut cerita turun-temurun yang beredar dan mengakar di masyarakat Desa Traji, tradisi Suran Manten Lurah memiliki cerita legenda. Dahulu kala terdapat leluhur mereka yang bernama Kiai Sepanjang. Dia mencari istrinya yang hilang dan terpisah selama beberapa waktu hingga akhirnya dapat ditemukan kembali beberapa tahun kemudian.
“Kiai Sepanjang dahulu pernah berjanji akan menggelar arak-arakan apabila istrinya kembali ditemukan. Dan itu telah berjalan ratusan tahun silam,” jelas Yosef.
Dia menambahkan, banyak wisatawan luar daerah, bahkan mancanegara yang sengaja datang untuk menyaksikan prosesi ritual ini. Sebab, mereka percaya bahwa air dari Sendang Sidukun membawa berkah, jika berhasil membawanya ke rumah, kendati harus berebut beramai-ramai. Menurutnya, banyak yang percaya tuah serta berkah air dari Sendang Sidukun. Desa Traji adalah salah satu permukiman kuno.
Pengunjung asal Magelang Puteri Andhini, 35, mengaku rela datang berdesak-desakan karena ingin dapat membawa pulang air yang terdapat di sendang. “Kami percaya, air di sendang itu bisa digunakan untuk media penyembuhan hingga hajat tertentu, tentu saja berkat kuasa Tuhan,” katanya. (din/ton)