31 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Memasuki Puncak Masa Panen Belum Ada Perubahan Harga Tembakau

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Temanggung – Panen raya tembakau di Kabupaten Temanggung sudah memasuki masa akhir. Banyak petani yang mengeluh, hasil yang diperoleh tak sesuai harapan. Harga beli dari pabrikan dinilai terlalu rendah.

Syarif, petani asal Kecamatan Kledung ini mengatakan, hingga memasuki puncak masa panen belum ada perubahan harga yang sesuai dengan harapannya. Di masa awal panen, tembakau grade B dan C miliknya dibeli seharga Rp 35.000 per kilogram. Harga ini masih wajar karena masih grade awal.

Namun, memasuki pertengahan panen dengan kualitas grade D, harga yang ditawarkan hanya naik menjadi Rp 45.000. Belum sesuai dengan harapannya. Syarif menyebut, tahun ini kualitas grade D paling mahal hanya kisaran Rp 50.000 hingga Rp 60.000.

Sedangkan grade yang sama pada panen raya sebelumnya bisa mencapai antara Rp75.000 sampai dengan Rp90.000. “Harga yang ditawarkan ini masih jauh di bawah biaya tanam panen raya. Jadi bisa balik modal saja sudah baik,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Eko, petani lainnya. Menurutnya, musim tembakau tahun ini harga sangat tidak sesuai dengan harapan petani. Selain itu, penyerapan dari para pedagang juga dirasa sangat lamban.

Ketua Asosiasi Petani Indonesia (APTI) Temanggung Siyamin beranggapan musim tembakau kali ini membuat banyak petani merana karena harga tidak sesuai dengan harapan petani. Artinya, antara ongkos yang dikeluarkan untuk modal, dengan harga yang jual yang ditawarkan tidak sesuai dengan harapan.

“Kalau untuk kondisi petani sekarang, bisa dikatakan menangis di tahun jni. Bahkan bisa dikatakan masih agak mending tahun lalu,” katanya saat dihubungi lewat sambungan telepon, Minggu (24/10).

Siyamin menyebut, harga saat ini masih berkisar Rp 50.000 sampai Rp 55.000 untuk grade E. Di mana menurutnya, untuk grade tersebut seharusnya dihargai sebesar Rp 87.500 jika berpatokan pada totolan awal.

Totol yang dimaksud Siyamin adalah bentuk standarisasi harga, di mana pada tiap totol (petik) tidap grade harus dikalikan Rp 17.500. Misalnya grade A dihargai Rp 17.500, grade B kelipatan selanjutnya yaitu Rp 35.000 dan begitu seterusnya. “Harusnya kan mengikuti itu, yang terjadi sekarang kan tidak, jadinya tidak ada standarisasi harga yang jelas,” jelasnya.

Dalam perdagangan tembakau ini, kata Siyamin, posisi petani menjadi sangat lemah. Petani yang seharusnya bisa menentukan harga atas komoditas yang mereka tanam sendiri, menjadi tidak bisa. Sebaliknya, justru pihak pabrikan yang menentukan harga. “Ini kan jadi tidak baik, dan jadi rawan monopoli. Kita itu lemahnya di sini,” tegasnya.

Kendati demikian, ia mengakui pemerintah daerah, baik yang dilakukan dilakukan eksekutif dan legislatif dirasa untuk memperjuangkan nasib petani sudah bagus dan maksimal. Ia menyebut, sirkulasi dan peredaran uang di Kabupaten Temanggung saat musim tembakau dari Agustus sampai November tak kurang dari Rp 1,7 triliun. “Nah uang sebesar itu yang menetes ke petani berapa persen?,” tanya Siyamin.

Ketika disinggung terkait solusi yang bisa ditawarkan agar nasib petani tembakau bisa lebih baik ke depan. Menurutnya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.

Pertama, perlu adanya kekompakan dan pemaksimalan kelompok tani di desa-desa. Sehingga posisi tawar dari para petani bisa menguat. Langkah ini harus dilakukan secara bersama-sama.

“Karena kalau yang kelompok A dibeli segini nggak mau di lepas, tapi kalau pabrikan pindah ke kelompok B mau memberikannya kan sama saja. Untuk itu, persatuan kelompok tani ini sangat penting,” terangnya.

Kedua, petani sebaiknya tidak perlu takut dengan ancaman pabrikan untuk membeli tembakau dari luar Temanggung. “Tidak mungkin pabrikan membeli dari daerah lain karena tembakau Temanggung adalah tembakau lauk. Itu cuma pola untuk menakut-nakuti saja,” katanya.

Ketiga, ini adalah cara yang sedikit radikal menurut SIyamin. Yaitu sepakat untuk tidak menanam tembakau selama dua tahun dan beralih ke komoditas lain. Cara ini dirasa lebih mampu menekan pabrikan, karena tidak mungkin pabrikan membuat rokok tanpa tembakau asli Temanggung. “Toh kalau petani nanam tembakau juga masih rugi, mending diganti komoditas lain sementara waktu,” tandasnya. (nan/ton)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya