RADARSEMARANG.COM, Temanggung – Kondisi sampah di Temanggung memprihatinkan. Sampah yang bisa ditampung setiap hari di TPA Sanggrahan hanya 120 ton. Atau hanya 35 persen dari seluruh produksi sampah warga Temanggung. Sedangkan 65 persen sisanya belum tertangani.
“Sampah akan meningkat. Jika tidak segera ditangani, dalam jangka panjang, sampah akan menumpuk. Menurut perhitungan pada 2040 akan terjadi kebanjiran sampah,” kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kabupaten Temanggung Entargo Yutri Wardono saat ditemui usai diskusi pengelolaan sampah, Senin (14/6/2021).
Entargo mengatakan, perlu gerakan pengelolaan sampah sedini mungkin dengan melibatkan semua komponen masyarakat. Termasuk institusi pendidikan. Yakni dengan memasukkan materi pengelolaan sampah ke dalam pelajaran muatan lokal dan kurikulum. Pengelolaan sampah di institusi pendidikan bertujuan mengedukasi masyarakat. Dalam hal ini anak-anak didik untuk lebih dini dalam meningkatkan kesadaran tranggung jawab dan kebijaksanaan dalam memperlakukan sampah.
Namun Entargo mengaku belum bisa melaksanakan program jangka panjang tersebut lantaran masih diperlukan kajian mendalam tentang pembuatan kurikulum dari Dinas Pendidikan.
“Dalam jangka pendek yang bisa dilakukan adalah membuat aturan di sekolah-sekolah dan pesantren untuk bisa mengolah sampah dan lingkungan hidup dengan baik. Target pada Juli mendatang saat pembelajaran tatap muka dimulai sudah bisa berjalan,” katanya.
Yang penting, lanjutnya, dalam persampahan adalah membangun sistem. Yakni mengelola sampah mulai dari produsen jadi sampah organik dan non-organik selesai di sumber sampah. Sehingga sampah yang dibuang di TPA adalah sampah residu.
Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dindikpora) Kabupaten Temanggung Pamudji Santoso mendukung gerakan Temanggung bebas sampah di sekolah-sekolah.
“Untuk bisa masuk ke kurikulum prosesnya panjang. Tahapan jangka pendek, kami adakan ekstrakurikuler pengolahan sampah dulu. Karena untuk bisa masuk ke muatan lokal di kurikulum, masih perlu kajian khusus dari tim ahli pendidikan dan prosesnya tidak bisa cepat,” pungkasnya. (nan/lis)