25 C
Semarang
Thursday, 19 December 2024

Makam Kakek Habib Lutfi Kurang Terawat

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Kondisi area pemakaman Habib Luhung Alwi bin Hasan bin Toha bin Yahya di Jalan Tunggu Raya Timur, Perum Cluster Dahlia, Meteseh, Tembalang, cukup memprihatinkan.

Pasalnya, perawatan yang dilakukan saat ini hanya mengandalkan sedekah dari peziarah. Karena itu, dibutuhkan anggaran perawatan dari Pemkot Semarang.

Menurut informasi yang dihimpun RADARSEMARANG.COM, makam yang dikenal sebagai Mbah Luhung ini merupakan putra dari Habib Hasan dan masih memiliki hubungan darah alias nasab dengan Habib Toha atau Mbah Depok, yang juga alim ulama dan pejuang bangsa ini. Revitalisasi bangunan makam oleh Pemkot Semarang sebenarnya sudah dilakukan pada 2019 lalu.

“Area pemakaman ini ditemukan tahun 2017 lalu oleh Habib Lutfi bin Yahya. Sebenarnya tahun 2013 sudah ditemukan makam Mbah Luhung, dan baru diketahui masih keluarga Habib Lutfi pada tahun 2017 itu,” jelas juru kunci area pemakaman Mbah Luhung, Ahmad Susanto Albari, saat dihubungi RADARSEMARANG.COM, Jumat (26/5).

Pria yang akrab disapa Gus Susanto ini menjelaskan, Mbah Luhung merupakan kakek dari Habib Lutfi. Pada 2013, sebelum dilakukan pembangunan, area pemakaman ini masih kawasan hutan dan dikelilingi sungai.

“Meski dulu belum tahu ini makam siapa, tetap saya rawat, dan Alhamdulilah ketemu ternyata kakek dari Abah (Habib Lutfi, Red),” tuturnya.

Pada 2018 dan 2019, area pemakaman dilakukan revitalisasi. Mulai pavingisasi dan pembenahan bangunan lainnya. Namun karena termakan usia, menyebabkan atap eternit jebol.

Gus Susanto berharap Pemkot Semarang bisa memberikan bantuan berupa pembangunan ulang. Tujuannya agar peziarah bisa nyaman, dan bisa dijadikan kawasan wisata religi,

“Peziarah sebenarnya banyak. Mohon bisa kembali diperhatikan agar wisatawan juga nyaman. Selain itu, butuh dibangun pagar, karena banyak anak yang bermain di sungai dan cukup membahayakan,” katanya.

Untuk perawatan sehari-hari, ia mengaku hanya mengandalkan sedekah dari peziarah yang datang setiap hari, kemudian dikumpulkan.

“Itupun jumlahnya tidak seberapa. Kadang terkumpul Rp 100 ribu, kadang lebih. Uang sebesar itu habis untuk membayar listrik yang setiap bulannya sekitar Rp 100 ribu. Saya berharap kepada pemkot untuk lebih memperhatikan. Misalnya mengganti lampu dan perbaikan lainnya. Apalagi kamar mandi yang ada masih belum jadi,” ujarnya. (den/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya