26 C
Semarang
Tuesday, 24 December 2024

Integrasikan Kreasi Seniman dengan Program Desa Wisata, Kredho Budhoyo Bidik Pemeran Seni Muda

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Kesenian tradisional di Desa Wisata Jamalsari, Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, masih terus lestari. Bukan lagi orang dewasa, mayoritas pemain adalah kaum remaja yang masih duduk di bangku SD, SMP, dan SMA.

M IQBAL AMAR, Radar Semarang

KESENIAN tradisional untuk bisa tetap eksis di era modern ini, memang perlu inovasi. Harus ada elemen pendukung lainnya sebagai wadah, seperti Desa wisata.

Sebagaimana yang dilakukan seniman Kredho Budhoyo. Kelompok kesenian ini lahir sejak 26 April 2014. Bersamaan dengan dibentuknya Desa Wisata Jamalsari. Biasanya keseniaan tradisional itu disajikan untuk menyambut para wisatawan.

“Istilahnya welcome dance untuk memberikan hiburan dan warna di area wisata,” kata Pengelola Seni Kuda Lumping Kredho Budhoyo Sumarno.

Kesenian tradisional inipun dibentuk sebagai wadah remaja dalam mengekspresikan ide kreatif dan positif. Mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai budaya luhur Jawa serta mengajarkan tanggung jawab.

“Dengan kegiatan positif, tentu menjauhkan mereka dari minuman keras, narkoba, dan kegiatan yang merusak masa depan anak,” tutur Sumarno.

Bahkan, orang tua bersyukur ada yang membimbing dan mendidik anak cucunya. Dengan berkesenian, rasa percaya diri anak lebih berkembang.

“Ketika tampil, mereka dilihat banyak orang,” jelasnya.

Semua pelaku kesenian selalu bangga. Stereotip kuno sudah tak laku lagi. Sebab ketika pentas penonton lebih banyak dan tampak antusias.

“Yang paling berkesan saat Festival Kuda Lumping se-Kecamatan Mijen. Bisa saling mengenal dan belajar keunggulan dan kekurangan peserta lain,” ujar Sumarno.

Sementara itu, untuk personel yang dibutuhkan sekitar 20 orang. Terdiri atas pemain, pengrawit, dan kru lainnya. Sekali pentas, pengeluaran yang dibutuhkan mencapai Rp 2 juta untuk konsumsi, rias, transportasi, dan uang saku pemain beserta kru.

“Kalau di tempat hajatan, konsumsi sudah ditanggung. Biaya tanggap minimal Rp 1,5 juta,” tandasnya.

Meski bukan menjadi pekerjaan tetap, namun pihaknya rutin latihan. Terutama menjelang pentas atau saat ada event. Selain welcome dance untuk pengunjung paket wisata, juga sering tampil untuk perlombaan, festival, dan acara budaya desa seperti nyadran dan lainnya.

“Harapannya pemerintah bisa memberikan wadah seperti festival rutin. Sehingga pegiat kesenian tradisional selalu eksis, meski di tengah era modern ini,” pungkasnya. (mia/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya