RADARSEMARANG.COM, Semarang – Hoeri Prasetiyo pejuang terakhir Pertempuran Lima Hari di Semarang tutup usia. Mengalami penurunan kesehatan selama tiga minggu. Pejuang asal Pati ini meninggal pada Jumat (5/5), pukul 10.00 di Solo.
Hoeri merupakan satu di antara 375 pejuang yang ikut melawan tentara Jepang di Pertempuran Lima Hari Semarang. Jenazah dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Nasional Giri Tunggal Kota Semarang, Sabtu (6/5).
Proses pemakaman dilakukan secara militer. Dentuman tembakan turut mengiringi proses pemakaman. Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Semarang juga ikut mengawal proses peristirahatan terakhir. Keluarga membawa jenazah pukul 08.00 dari Solo dan tiba di TMP Giri Tunggal pukul 10.00.
Salah satu putra Hoeri, Suharyanto mengaku, ayahnya adalah sosok yang pekerja keras dan pantang menyerah. Semangat juangnya masih membara meskipun usianya sudah renta. Hoeri juga jarang sakit, bahkan hingga bulan Januari masih aktif bersepeda. Namun sejak tiga minggu terakhir, kondisi badannya menurun. Hoeri tidak mau makan dan minum. Setiap hari hanya makan roti dan susu. Jumlahnya pun tak banyak.
“Sejak tiga minggu terakhir ini tidak mau makan, tapi masih bisa makan sedikit roti dan minum susu karena kondisi kesehatannya turun. Baru empat hari terakhir ini benar-benar tidak mau makan,” kata Suharyanto usai pemakaman.
Ia menambahkan, di balik pribadi ayahnya yang tegas, Hoeri sangat peduli kepada keluarga. Almarhum juga kerap membagikan kisah perjuangannya kepada anak, menantu, dan cucunya. “Kalau cerita tentang perjuangan sangat suka adalah cucunya. Biasanya diceritakan ketika melawan penjajah dulu,” tambahnya.
Suharyanto mengaku sebelumnya tidak memiliki firasat apapun bahwa sang ayah akan berpulang. Namun, almarhum pernah berpesan jika meninggal mau dimakamkan di TMP Giri Tunggal. Meski sakit Hoeri tidak mau merepotkan orang lain. Walaupun tidak bisa bangun dan jalan ia berusaha mandiri.
“Pernah pesan kalau meninggal mau dimakamkan di TMP. Sama yang terakhir pas sakit itu hari Selasa (2/5) malam minta digendong pukul 03.00 pagi, karena saya nggak kuat akhirnya tak pangku,” ungkapnya.
Pihaknya tak menyangka bahwa hal tersebut adalah keinginan terakhir ayahnya. Hoeri merupakan satuan dari Laskar Pertempuran Lima Hari di Kota Semarang. Masuk dalam Regu Jagal Jepang, Hoeri bertugas membawa Katana milik Sayuto yang digunakan untuk membunuh tentara Jepang. Kini samurai tersebut masih tersimpan rapi di rumah anaknya di Solo. Nantinya katana tersebut akan diserahkan ke Museum pada Hari Veteran Nasional 10 Agustus 2023 mendatang.
“Dulu sama Ayah di Tegalsari sana, tapi takutnya ada yang mengambil, akhirnya saya simpan di Solo. Rumah di sini juga sudah dijual, jadi ayah ikut ke Solo,” akunya.
Sejak 19 tahun Hoeri sudah berjuang melawan penjajah. Setelah Pertempuran Lima Hari di Semarang selesai ia turut memburu penjajah Belanda.
Ketua LVRI Kota Semarang, Bambang Priyoko mengatakan, generasi muda harus bisa mencontoh sosok Hoeri sebagai pejuang. Semangat perjuangannya untuk mengusir penjajah begitu besar. Lewat pedang samurai Hoeri bersama Sayuto berhasil membunuh pasuka Jepang.
“Generasi muda harus mengambil nilai sarinya bahwa nilai semangat juang 45 itu harus kita lanjutkan. Kalau sekarang tidak melawan musuh, bisa melawan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, melawan kemaksiatan, dan sebagai suri tauladan bagi penerus bangsa,” ungkapnya. (kap/ida)