31 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Mengenal Nasi Glewo Khas Semarang yang Hampir Punah, Seperti Ini Penampakannya

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Peringatan Hari Jadi ke-476 Kota Semarang yang akan dimeriahkan dengan pemecahan rekor muri makan nasi glewo bersama masyarakat. Pemkot sengaja mengajak warga untuk makan kuliner khas Kota Semarang yang mulai ditinggalkan ini.

Warga Kota Semarang diharapkan kembali mengenal nasi glewo. Terutama generasi muda. Sehingga keberadaannya kembali lestari.

Penggiat Budaya Warisan Budaya Tak Benda Haryadi Dwi Prasetyo mengatakan nasi glewo adalah masakan khas Semarang yang hampir punah. Makanan ini populer pada 1980-an. Pihaknya melakukan survei dan literasi terhadap warga Kota Semarang. Terutama penjual nasi glewo yang masih bertahan.

“Di Jalan Batan Miroto Nomor 4, di situ lah kami menemukan ibu-ibu yang menjual nasi glewo dan sekaligus usaha. Kami sempat menggali informasi tentang nasi glewo itu,” kata Haryadi kepada RADARSEMARANG.COM Senin (1/5).

Ia menambahkan sejarah nasi glewo sudah ada sejak 1930. Usianya lebih dari 50 tahun. Sehingga menjadi warisan budaya tak benda.

Nasi glewo mirip bubur yang dipadukan dengan kuah santan nyemek dan bumbu rempah-rempah. Disajikan dengan topping daging sapi, koyor, dan kerupuk emping mlinjo serta ditaburi bawang goreng di atasnya.

“Nasi glewo ini sangat nikmat jika disajikan dengan keadaan hangat,” akunya.

Haryadi yang juga sebagai Sub Koordinator Sejarah dan Cagar Budaya Disbudpar Kota Semarang ini mengaku, pemecahan rekor Muri digelar sebagai upaya dari Pemkot Semarang untuk mengenalkan kembali kuliner yang hampir punah. “Bahkan tahun 2022 kami (Disbudpar) menginventarisasi warisan budaya tak benda dan berhasil menggagas 162. Dari 162 ini yang kita angkat adalah nasi glewo,” tambahnya.

Nasi glewo menggambarkan nilai kesederhanaan. Diwujudkan dengan topping koyor, karena tidak semua orang bisa memakan dan membeli daging sapi yang dimakan oleh kalangan berada.

Karena itulah, nasi glewo ini diciptakan oleh masyarakat dengan tambahan koyor yang lebih ekonomis. Menurutnya kuliner ini juga bentuk percampuran akulturasi budaya dari Tionghoa dan Jawa.

“Dalam nasi glewo ada percampuran akulturasi budaya yang itu memang dari peranakan Cina dan Jawa, hampir sama juga dengan kuliner lain di Kota Semarang,” ungkapnya.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bertugas membuat nasi glewo dalam persiapan peringatan Hari Jadi Kota Semarang. Diharapkan mereka dapat memperkenalkan kuliner berkuah santan ini pada wisatawan mancanegara, lokal, dan nusantara.

“Harapan ke depan nasi glewo) akan menjadi kuliner khas Semarang yang akan diakomodir oleh PHRI untuk ditawarkan pada wisatwan mancanegara, lokal, dan nusantara,” jelasnya. (kap/ton)

Reporter:
Khafifah Arini Putri

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya