RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Penataan pedagang di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan hingga hari ini. Masih banyak pasar tradisional yang dibangun mangkrak alias tidak berpenghuni.
Misalnya, Pasar Bulu, Pasar Kanjengan Baru, Pasar Sampangan lantai atas, Pasar Ikan Higienis (PIH) di dekat Pasar Kobong, Gedung eks Matahari Johar atau SCJ (Shopping Center Johar), dan lainnya.
Pedagang yang sudah menerima nomor undian, enggan menempati lapak yang disiapkan karena sepi pembeli. Pemkot Semarang sendiri sudah berupaya menggerakkan para PNS untuk berbelanja di pasar tradisional, namun hanya insidental dan tidak kontinyu.

Praktis, para pedagang pun banyak yang mangkal di tempat-tempat umum yang dipenuhi lalu lalang warga. Seperti di Jalan KH Agus Salim, Jalan Kanjengan, depan Masjid Kauman, depan kantor Dinas Pedagangan, Jalan Kartini, termasuk di pasar krempyeng setiap Sabtu dan Minggu di Jalan WR Supratman Pamularsih, Jalan Gajah Raya depan MAJT, dan lainnya.
Nah, untuk menertibkan pedagang yang membuka lapak liar ini, aparat Satpol PP bersama Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Semarang menggelar aksi bersih-bersih PKL. Kemarin, sedikitnya 75 pedagang yang menggelar lapak liar di sepanjang Jalan Kanjengan ditertibkan.
Penertiban ini sebenarnya sudah dilakukan untuk kesekian kalinya. Namun para pedagang tetap nekat berjuang di pinggir jalan. Padahal sesuai aturan, Jalan Kanjengan mulai depan Masjid Kauman, depan kantor Disdag, hingga Pasar Kanjengan harus steril dari pedagang.
“Sudah berulang kali kita lakukan penertiban, tapi mereka masih nekat. Kebetulan Dinas Perdagangan mau menempati gedung pojok (eks gedung Danamon), tapi kami lihat pedagang seenaknya sendiri berdagang,” kata Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto usai penertiban.
Pedagang yang ditertibkan, lanjut pria yang juga menjabat Plt Kepala Disdag Kota Semarang ini, sebagian besar telah mendapatkan lapak di Pasar Kanjengan. Namun karena alasan sepi pembeli, para pedagang nekat turun ke jalan.
“Sebagian sudah dapat lapak, tapi mereka mengeluh sepi. Intinya tidak ada toleransi, pedagang harus masuk ke Pasar Kanjengan,” tegasnya.
Dalam waktu dekat, lanjut Fajar, akan dilakukan kembali penataan di Pasar Kanjengan agar kembali ramai. Surat pun sudah dilayangkan kepada pedagang yang masih menempati eks relokasi Johar di MAJT. Jika pedagang dalam 7×24 jam tidak menempati lapak di Kanjengan atau Johar akan dicabut perizinannya.
“Juli nanti kita targetkan Pasar Kanjengan ramai, pekan depan kalau tidak ditempati kita akan cabut izinnya,” tegasnya.
Romanah, salah satu pedagang mengaku berjualan di Jalan Kanjengan lantaran belum mendapatkan lapak. Ia tercatat sebagai pedagang pancakan.
“Surat-suratnya ada, tapi tidak dapat tempat. Saya sempat ke pasar MAJT, tidak dapat tempat. Bingung, balik ke sini lagi,” terang Romanah.
Ia berharap, pemerintah bisa memberikan tempat untuk berjualan. Jika tidak mendapat tempat, tidak menutup kemungkinan ia akan tetap berjualan di tepi jalan. “Intinya saya akan nekat jika tidak mendapatkan tempat,” katanya.
Pedagang lain yang keberatan ditulis namanya mengaku, sempat berjualan di Pasar Kanjengan Baru beberapa hari. Namun tak ada satu pun pembeli yang datang. “Dari pada terus-terusan tekor, saya akhirnya jualan di jalan,” ujarnya.
Kondisi serupa juga dikatakan Yani. Pedagang Pasar Johar ini sebenarnya sudah mendapatkan lapak di SCJ lantai 3. Namun hingga kini tak satu pun pedagang yang pindah ke sana, termasuk dirinya.
“Kalo jualan di sana harus bikin lapak. Karena masih kosongan. Itu butuh biaya. Teman-teman pedagang lain juga tidak ada yang memulai. Harusnya dibikinkan Dinas Perdagangan, lalu rame-rame pindah. Jadi, semua pedagang kompak. Kalo kompak, Insya’ Allah lama-lama pasar akan ramai,” katanya. (den/aro)