RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pemerintah Kota Semarang saat ini getol mensosialisasikan urban farming atau pertanian perkotaan di Ibu Kota Jateng. Tujuannya tak lain adalah untuk mewujudkan ketahanan pangan. Usaha ini sendiri dilakukan dengan memanfaatkan lahan sempit di sekolah, organisasi perangkat daerah (OPD) dan masyarakat melaluli kelompok tani.
Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Kota Semarang Hernowo Budi Luhur menjelaskan, kondiri pertanian di Kota Semarang saat ini memiliki sawah seluas 1.600 hektare, di mana dilakukan pertanian berkelanjutan, dari luas Kota Semarang sekitar 373 kilometer persegi. Meskipun dinilai masih banyak, namun hasil pertanian ini hanya bisa menyumbang 11 persen kebutuhan penduduk.
“Artinya 6,4 persen lahan sawah ini belum bisa mengcover kebutuhan penduduk. Kita juga punya lahan hijau sebesar 40 persen, disitu ada potensi untuk meningkatkan hasil pertanian dengan mengembangkan urban farming. Bahkan rencana ini sudah masuk dalam RPJMD potensi ekonomi,” katanya saat acara Jateng Talk Jawa Pos TV di Tandur Space Café, Rabu (8/3).
Dalam acara yang dipandu host Sulis SA ini, Hernowo menjelaskan, dari sisi luasan lahan pertanian konvensional masih ada sembilan kecamatan yang bisa dimanfaatkan. Dinas Pertanian, kata dia, juga mendorong sumber daya petani untuk lebih modern, dengan membantu peralatan pertanian modern seperti traktor dan lainnya.
“Misalnya, kalau punya tegalan yang ingin dimanfaatkan bisa kita bantu. Bahkan kita punya unit khusus yang bisa melakukan pendampingan, dan mengenalkan kepada mereka alat yang lebih modern,” bebernya.
Urban farming, kata Hernowo, bisa dilakukan di mana saja, termasuk di lahan sempit sekalipun. Jikapun tidak memiliki lahan sama sekali, ada metode smart farming, di mana pertanian bisa dilakukan di dalam rumah. Selain itu, urban farming sendiri diharapkan bisa menjadi gaya hidup, di mana generasi muda mau bercocok tanam dengan cara yang lebih modern.
“Ada metode smart farming, di mana memadukan pertanian dengan teknologi, bisa menyiram sendiri pakai smart phone, dan lainnya, intinya adalah anak muda bisa suka dulu, termasuk anak-anak di mana urban farming dimasukkan dalam kurikukulm belajar merdeka,” tuturnya.
Urban farming, lanjut dia, juga mengenalkan budaya hidup sehat, di mana hasilnya bisa digunakan sendiri. Jika memang surplus, hasil pertanian bisa dijual lagi ke tetangga sekitar, sehingga bisa mendapatkan tambahan untuk perekonomian.
“Intinya adalah ketahanan pangannya dapat, lalu sektor ekonominya juga dapat. Dari hasil urban farming ini juga bisa menekan laju inflasi,” katanya.
Ketua DPRD Kota Semarang Kadar Lusman menjelaskan, adanya program urban farming ini mampu menjamin ketersediaan pangan di Kota Semarang. Apalagi saat ini kondisi cuaca ekstrem, sedikit banyak berpengaruh pada kondisi tanah atau lahan, dan hasil pertanian.
“Sebagai kota Metropolitan, Semarang ini hebat, karena masih punya lahan pertanian dan masih produktif. Hal ini juga harus ditingkatkan, salah satunya melalui urban farming,”tuturnya.
Pilus –sapaan akrabnya– menjelaskan, karena cuaca ekstrem, selain membuat hasil pertanian berkurang, juga membuat lahan produktif menyusut. Misalnya, di wilayah Tugu dan sekitanya, lahan pertanian terpengaruh air asin, sehingga tidak bisa ditangani. Politikus PDI-Perjuangan ini meminta agar pemkot bisa mengantisipasi fenomena alam ini agar lahan pertanian produktif tidak hilang.
“Pemkot harus bisa mengatasi ini, bagaimana Dinas Pertanian bisa koordinasi dengan DPU agar air laut tidak masuk ke lahan pertanian,” katanya.