RADARSEMARANG.COM, Semarang – Aksi penebangan 23 pohon di kompleks SMA Negeri 1 Semarang menjadi sorotan. Pasalnya, pohon yang ditebang rata-rata sudah berusia tua dan memiliki nilai sejarah bagi sekolah di Jalan Taman Menteri Supeno, Mugassari, ini. Penebangan puluhan pohon peneduh ini sempat viral di media sosial.
“Seharusnya pihak sekolah mempertimbangkan pohon cagar budaya ini layak ditebang apa tidak? Sehingga tidak terjadi mis komunikasi dari pihak sekolah dan alumni. Meskipun pohon ini berada di lingkungan SMA Negeri 1, tapi pohon ini masuk dalam wilayah cagar budaya,” kata Dewan Penasihat Aljiro Alumni 1969, Farid Widodo, usai melakukan audiensi di aula SMA Negeri 1 Semarang, Senin (30/1).
Sebelumnya, perkumpulan alumni SMA Negeri I-II (Aljiro) menyoal penebangan pohon di sekitar lapangan SMA Negeri 1 Semarang. Menurut alumni, tindakan tersebut dinilai arogan.
Apalagi pihak Smansa –nama keren SMA Negeri 1 Semarang–ini melakukan penebangan pohon bersamaan dengan Kota Semarang yang melakukan kick off urban farming. Sehingga ini menjadi hal yang melenceng. Aljiro pun meminta pihak sekolah untuk menghentikannya.
“Kami sangat kecewa dengan kejadian ini. Sebab, pohon tersebut mempunyai nilai sejarah yang usianya lebih dari 50 tahun. Alumni menyayangkan pihak sekolah tidak melakukan konsultasi terlebih dahulu,” ujarnya.
Karena itu, Aljiro mengirimkan surat somasi yang ditandatangani oleh Ketua Umum Aljiro Hendardji Soepandji. Farid merinci ada 52 pohon di sekitar lapangan. Terdiri atas Trembesi Besar, Mahoni, Jati, Ketapang, Mangga Glodok, Sawo Kecik, dan Kelengkeng. Kini sisa 25 pohon yang belum ditebang dan lima pohon dipertahankan.
Alumni Smansa 1983 Nunus Aryo Parigesit mengatakan, apabila dari wali murid mempunyai kekhawatiran anaknya kejatuhan ranting, maka bisa menggunakan standar K3 atau HSE, dengan memangkas ranting pohon saat memasuki musim hujan.
“Terus kalau sudah ditebang berapa pohon itu kalau dijual? Bukan soal harganya, tapi usia pohonnya sudah masuk dalam cagar budaya,” ungkapnya.