RADARSEMARANG.COM, Semarang – Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) menyimpan jejak sejarah di Kampung Melayu. Di kawasan ini, pernah terselenggara Muktamar NU ke-4 pada 17-20 September 1929.
Semarang merupakan kota pertama dimana pertemuan para ulama NU dihelat di luar Surabaya, bahkan Jawa Timur. Tiga muktamar awal, seluruhnya digelar di Surabaya. Tahun ini, NU genap berusia seabad.
Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Tedi Kholiludin mencatat, dari beberapa literatur menyebut Muktamar NU tersebut digelar di Hotel Arabistan yang terletak di Kampung Melayu. Hadlrotussyeikh KH. Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, KH Cholil Lasem dan yang lain, hadir di kegiatan tersebut.
Salah satu keputusan penting yang lahir pada muktamar tersebut adalah kelahiran Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama, sehari sebelum muktamar ditutup. “Selain itu, ada beberapa bahasan yang juga didiskusikan; tentang tanah, uang wakaf, uang kertas untuk zakat, serta persoalan ibadah lainnya,” jelas Tedi.
Tedi mendapatkan nama Hotel Arabistan dari buku “Pertunbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama” karya Choirul Anam yang diterbitkan pada 1985. Kegiatan dilaksanakan di Hotel Arabistan, Kampung Melayu, sebelum kemudian berakhir di Masjid Kauman dan alun-alunnya.
Dalam ringkasan, ikhtisar atau Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers nomor 39 yang dikeluarkan pemerintah Belanda, kata Tedi, setidaknya, dua koran berbahasa Melayu meliput muktamar NU di Semarang ini. Keduanya adalah “Pewarta Deli” dan “Bintang Timoer.” Dalam laporan Bintang Timoer (seperti disebutkan dalam ringkasan tersebut) dikabarkan bahwa pada hari kedua pelaksanaan muktamar, sekitar 1000an orang hadir di Semarang.
Di manakah letak Hotel Arabistan? Tedi pun berusaha melacak keberadaan jejak NU di Kampung Melayu. Pada Januari 2020, lokasi tepatnya masih buram. Informasi yang didapat sangat minim, tak ada yang menyebut secara pasti alamat Hotel Arabistan. Beberapa orang yang diwawancarai Tedi, juga tak memberikan informasi tentang lokasi Hotel Arabistan.
Hingga akhirnya pada Agustus 2022 ditemukan informasi di Koran De Locomotief pada 29 Januari 1925 memuat nomor telpon (822) serta alamat dari Hotel Arabistan yakni di Kampung Melayu (tertulis Kp. Melajoe 52).
“Salah satu narasumber yang pernah saya wawancarai, pernah menyebut bahwa memang ada hotel di Kampung Melayu yang letaknya di seberang Masjid Layur sekarang. Dugaan saya, inilah yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan muktamar keempat kiai NU.”
Pada 20 September 1929, De Locomotief memberitakan penutupan Muktamar sekaligus ringkasan apa yang dibahas di kegiatan tersebut. Diberitakan bahwa penutupan muktamar di Masjid Agung tersebut dihadiri 10.000 orang.
Dari unsur pemerintah hadir pula Emile Gobée perwakilan Kantor Urusan Pribumi (Kantoor voor Inlandsche Zaken), Wedana Soekarman dan seorang asisten wedana. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dari Surabaya hadir dan langsung memimpin rapat.
Beberapa keputusan penting disepakati dalam pertemuan ini, antara lain, mendukung rencana pemerintah mendirikan pengadilan untuk urusan Islam, membentuk kursus pelatihan penghulu, pendirian Lembaga Pendidikan Ma’arif dan sebagainya.
Di era setelah 1930, De Locomotief menyebut nama hotel di Kampung Melayu adalah Hotel Larees atau Hotel Laris. Alamatnya sama dengan Hotel Arabistan, Jalan Kampoeng Melajoe no 52. “Kini di alamat tersebut tinggal tanah kosong,” kata Tedi. (ton)