RADARSEMARANG.COM, Semarang – Banjir di wilayah Kelurahan Trimulyo belum juga surut. Warga pun mulai diserang penyakit. Selain penyakit gatal-gatal, juga demam lantaran suhu dingin dan selalu terendam air.
Ada juga yang terserang maag dan perut mulas. Salah satu warga korban banjir yang sakit adalah Tasminah, warga Trimulyo. Ia mengeluhkan gatal-gatal di bagian kaki. Kemarin, Tasminah langsung dibawa ke Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang guna mendapatkan perawatan medis.
“Mulai kemarin sudah merasa gatal-gatal, kemudian dicek petugas PMI, terus saya bawa ke sini. Ini mau pulang, hanya rawat jalan,” kata putri Tasminah, Siti Rondiah saat ditemui di RSI Sultan Agung, Selasa (3/1).
Tak hanya itu, ibunya juga mulai mengalami penyakit perut alias maag lantaran makan tidak teratur. Siti Rondiah tidak menyalahkan ibunya. Mengingat kondisi rumah juga terendam banjir. Akses jalan juga susah lantaran masih tergenang banjir setinggi 70 sentimeter.
“Setelah diperiksa petugas PMI katanya perut juga kencang, sakit. Mau masak susah, apa-apa juga susah. Jadi, makan ya seadanya, nasi kering sama mi. Bantuan air bersih juga belum ada, pakaian juga masih banyak yang basah,” keluhnya.
Menurutnya, untuk membawa orang tuanya ke RSI Sultan Agung juga tidak mudah, lantaran akses jalan tergenang banjir. Banyak kendaraan yang belum berani melintas karena takut mogok. Sementara, kendaraan yang berani menerjang genangan banjir hanya kendaraan besar.
Sedangkan warga yang membutuhkan angkutan untuk menuju lokasi RSI Sultan Agung dan sekitarnya diangkut oleh kendaraan milik TNI, kepolisian, BPBD, termasuk Basarnas yang sudah disiagakan di lokasi banjir. Selain Tasminah, warga yang mengeluh sakit adalah Riana, mahasiswi asal Ngawi yang kos di Kelurahan Trimulyo.
“Ini gatal-gatal sama maag. Ketika banjir, cari makan susah. Pesan lewat online juga pada nggak mau. Serba susah, sedih juga air belum surut. Mau kemana-mana juga susah,” keluhnya.
Tak hanya Tasminah dan Riana, warga lain yang tinggal di Trimulyo bernama Sutinah dan Rukayah juga mengeluhkan sakit yang sama. Perutnya mual dan perih alias maag. Warga berharap, selain adanya bantuan makan, juga adanya bantuan obat-obatan.
“Rata-rata sama, pola makan tidak teratur semenjak banjir. Mau masak susah, cari makan keluar juga susah. Semoga cepat surutlah banjirnya,” katanya.
Terlihat genangan air banjir sangat keruh berwarna coklat. Sedangkan banjir di wilayah Kelurahan Trimulyo sendiri juga masih tinggi, terutama di dekat Mapolsek Genuk. Ketinggian air masih mencapai sedada orang dewasa. Sedangkan di Jalan Kaligawe Raya setinggi roda kendaraan besar.
Wahyu Hidayati, warga Trimulyo lainnya mengaku selama ini mendapatkan bantuan makanan dan masak bersama warga lainnya di dapur umum. Namun ia juga sempat memasak di dapur dalam rumahnya meski direndam banjir sepaha orang dewasa.
“Kalau pagi masak air panas membuatkan kopi suami sama Energen anak. Kalau masak di dapur umum kan kompornya terbatas. Kalau masak di dapur umum ya paling banyak Indomie dari bantuan,” ujarnya.
Rumah yang dihuni Wahyu sangat sederhana. Bahkan sebagian juga masih menggunakan bahan papan kayu. Rumah tersebut dihuni bersama suaminya dan dua anaknya. Namin ketika banjir, lebih memilih tidur di musala yang dijadikan tempat pengungsian.
“Hari sebelumnya yang mengungsi ada 90 orang, sekarang tinggal 40 orang. Karena ada juga yang tidur di mess perusahaan. Rata-rata yang tinggal di sini juga banyak yang ngontrak. Kalau bisa bantuan diserahkan langsung ke rumah-rumah, jangan di posko. Sama bantuan malam itu datangnya juga hampir tengah malam,” keluhnya.
Terpisah, Sekretaris Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Perwakilan Semarang Setya Dipayana mengatakan, saat terjadi banjir ada beberapa penyakit yang biasanya menyerang anak-anak. Di antaranya, letptopirosis dan muntaber atau sindrom diare.
Menurutnya, leptospirosis menyebar melalui air atau tanah yang telah terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri leptospira. Beberapa hewan yang bisa menjadi perantara penyebarannya adalah tikus, sapi, anjing, dan babi.
“Seseorang bisa terserang leptospirosis, jika terkena urine hewan tersebut atau kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi. Gejalanya mirip dengan flu biasa. Tapi jika tidak diobati dan tertangani dengan baik, dapat menyebabkan kerusakan organ dalam yang parah bahkan kematian,” jelas Setya, Selasa (3/1).
Ia menambahkan, ketika terjadi banjir, air akan tercampur dengan berbagai kotoran maupun virus. Sehingga dapat mengakibatkan anak-anak terinfeksi virus tersebut. Sedangkan muntaber sering menjangkit anak-anak di musim pancaroba.
Gejala awal biasanya muntah-muntah kemudian dilanjut dengan diare. Risiko terbesarnya adalah dehidrasi, bahkan jika tidak tertangani dengan baik, bisa mengakibatkan kematian.
Setya pun menghimbau kepada masyarakat, terutama orang tua untuk mengawasi anaknya dengan ketat. Selain itu juga melarang anaknya untuk bermain di air banjir. Sebab, risikonya sangat tinggi.
“Harapan kami, orang tua akan mengetahui berbagai macam risiko dari anak bermain banjir, risiko kecelakaan, bahkan sampai terkena penyakit yang menyebabkan keparahan. Awasi juga gejala penyakit yang ada, segera hubungi faskes atau nakes jika menemukan gejala sakit pada anak setelah anak bermain banjir,” tandasnya. (mha/kap/aro)