RADARSEMARANG.COM, Semarang – Sekolah-sekolah di Kota Semarang kini mengembangkan pertanian di perkotaan alias urban farming. Pengelola lembaga pendidikan ini memanfaatkan lahan kosong yang dimiliki untuk ditanami sayuran, toga (tanaman obat keluarga), tanaman hias, dan lainnya. Di SMP Negeri 33 Semarang, para siswa bersama guru menanam sayur bayam, kangkung, singkong, dan lainnya di belakang sekolah. Hal tersebut bagian dari program menjaga ketahanan pangan.
Humas SMP Negeri 33 Semarang Sri Mulyati mengungkapkan, sekolahnya pernah mendapat penghargaan Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) pada 2021 saat mengembangkan hidroponik tanaman bawang merah. “Sekarang ada beberapa lahan seluas 15×20 meter yang disediakan khusus untuk ditanami rosela, bayam, kangkung, dan lainnya. Juga tanaman langka dewandaru,” katanya.
Pihaknya juga melibatkan orang tua siswa bersama komite sekolah untuk mendukung program urban farming demi ketahanan pangan
Wakil Kepala SMP Negeri 33 Semarang Yuniarti menjelaskan urban farming sekolah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menanam cabai, terong, kangkung, bayam, sawi, rosela, dan singkong.
Kepala SMP Negeri 33 Semarang Isnaena Zaenab Karniati menyampaikan, pihaknya akan kembangkan urban farming di sekolah dan rumah masing-masing dengan mengupayakan tanah yang ada semampunya. “Agar menghasilkan produk tanaman dan hasil yang manfaat,” katanya.
Ia berharap, program urban farming di SMP Negeri 33 Semarang dapat berjalan dengan baik dan lancar. Sehingga mencapai tujuan yang diharapkan, yakni bisa membantu ketahanan pangan.
Pemanfaatan lahan kosong juga dilakukan di SMP Negeri 39 Semarang. Sekolah ini telah merintis urban farming sejak 2018. Dan, pada September 2022, sekolah di Jalan Sompok ini membuat inovasi baru bekerja sama dengan orang tua siswa. Yakni, memanfaatkan lahan kosong di samping perpustakaan untuk dibuat hidroponik. “Awalnya saat kita rapat tentang urban farming yang cocok ada wali murid yang akhirnya memberikan ide untuk dibuat hidroponik,” jelas Penangung Jawab Spegalan Greenfarm M Agus Khamid.
Tak hanya SMP, sejumlah SD juga mulai mengembangkan urban farming. Salah satunya di SD Negeri 01 Wates, Ngaliyan, Semarang dengan melibatkan semua pihak sekolah, mulai guru, murid dan wali murid. “Saya lihat di belakang itu kok kumuh sekali, gak ada manfaatnya. Saya berpikir untuk mendirikan kebun dan mengumpulkan keberanian untuk menghubungi Dinas Pertanian. Alhamdulillah, mereka tertarik dan memberikan kami pelatihan,” ujar Anik Koestiyati, Kepala SD Negeri 01 Wates, Ngaliyan kepada RADARSEMARANG.COM.
Wanita yang akrab disapa Bu Anik ini mengaku bangga, karena Plt Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu sempat datang ke sekolahnya untuk panen perdana hasil dari urban farming.
“Iya, waktu itu direkomendasikan sama salah satu pegawai Dinas Pertanian, diajak supaya nanam dan manen bareng-bareng sama Mbak Ita. Kita pun serius menerima ajakan itu dan Mbak Ita beneran datang ke sekolah,” akunya.
Urban farming mulai dirintis sekolah ini pada Agustus 2022. Urban farming melibatkan semua warga sekolah, termasuk wali murid. “Anak-anak dilibatkan menyiram dan menggemburkan tanah, dibantu bapak ibu guru. Nah, untuk pelatihan urban farming ini wali murid juga diikutsertakan,” jelasnya.
Hijriah, ketua panitia urban farming SD Negeri 01 Wates mengatakan, inovasi yang telah dilakukan yaitu adanya tanaman hidroponik, aquaponik, colibek, serta pakai tanah. “Jadi dapat dibandingkan hasil panennya,” katanya.
Menyinggung program Dinas Pendidikan, urban farming juga masuk ke dalam proyek kurikulum merdeka, yaitu muatan lokal. Proyek ini sesuai P5, yaitu kritis, kreatif, dan inovatif jangka panjang. “Ini merupakan proyek andalan.”
Dikatakan, urban farming yang dikembangkan di SD Negeri 01 Wates terdiri atas sayur-sayuran, seperti terong, kangkung, bayam, cabai, pare, kacang panjang, dan tomat. Sayur-sayuran organik itu lebih sehat daripada yang dijual di supermarket maupun di pasar karena dirawat dan dikembangkan tanpa bahan kimia.
“Kalau lebih sehat ya lebih sehat ini, daripada yang dijual di supermarket, karena ini organik. Padahal harga yang dijual sama,” ujarnya.
Di Kota Magelang, SMP Muhammadiyah 1 Alternatif (Mutual) Magelang untuk mengembangkan pendidikan lingkungan dan urban farming menjadi bagian dari misi sekolah untuk mewujudkan green school sekaligus upaya membangun karakter siswa peduli dan mencintai lingkungan.
Wasi’un, Kepala SMP Mutual Kota Magelang mengatakan, pengenalan urban farming kepada siswa sudah dimulai dari Agustus 2022 lalu. Dan hal ini juga sesuai dengan program di SMP Mutual, yakni menjadi sekolah yang hijau (green school) dan pengembangan sekolah adiwiyata. “Kami ingin mencoba mendorong sekolah hijau dan anak-anak punya kesadaran dan karakter hijau. Artinya peduli lingkungan sekitarnya, tidak merusak, tetapi memeliharanya,” jelasnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Menurutnya, dengan adanya program urban farming di sekolah, anak-anak bisa mengerti dan bisa lebih mencintai lingkungan sekitar. Hanya dengan menggunakan rak bertingkat dan polybag saja, tapi sudah bisa berbuah banyak dan ini akan memacu mereka untuk gemar menanam.
Berbagai tanaman, seperti terong, cabai, sawi, brokoli, dan tomat tumbuh dan sudah menghasilkan panennya. Ia menyampaikan di tahun ini sudah panen sebanyak empat kali. “Dan untuk hasilnya tidak kita jual, namun kita bagikan di lingkungan sekolah dan beberapa dimanfaatkan untuk siswa yang di boarding,” ucapnya. (fgr/kap/mg24/mg25/rfk/aro)