RADARSEMARANG.COM, Semarang – Seratusan buruh dari berbagai kota se-Jawa Tengah yang tergabung dalam Partai Buruh melakukan karnaval dari 0 kilometer Kota Semarang hingga depan kantor Gubernuran, Kamis sore (15/12). Dalam kesempatan itu, mereka juga membawakan empat tuntutan kepada pemerintah agar memperhatikan nasib kaum buruh.
Massa diangkut dengan dua mobil yang dilengkapi sound system dan bendera merah putih, bendera KSPI (Konfederasi Sarekat Pekerja Indonesia), dan bendera Partai Buruh. Lantas mereka berkumpul kembali di Simpang Lima.
Koordinator Lapangan Aksi, Luqmanul Hakim mengungkapkan, kegiatan ini merupakan perayaan karnaval kelas pekerja. Pihaknya merayakan kelolosan Partai Buruh yang dilahirkan dari sebelas elemen, di antaranya serikat pekerja, petani, pedagang, nelayan, guru honorer, dan lainnya. “Kemarin pukul 19.30, Partai Buruh dinyatakan lolos memenuhi administrasi maupun faktual, sehingga lolos sebagai partai di 2024,” katanya.
Seratus masa dari berbagai kota, seperti Sragen, Semarang, Pekalongan, Jepara, Kudus, Demak, Boyolali, Batang, dan lainnya hadir dalam aksi ini. Dari titik 0 kilometer dipilih sebagai bentuk simbolis partai baru yang dilahirkan oleh kelas pekerja yang dimulai dari nol.
Ia berharap, partai ini menjadi tumpuan para pekerja. Karena selama ini, partai ada, namun tidak mengakomodasi seperti lahirnya Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja yang tidak mengakomodasi kepentingan pekerja. Justru mendegradasi kaum pekerja. “Maka perjuangan partai ini terbentuk karena kekalahan Undang-Undang Omnibuslaw,” katanya.
Salah satu misi Partai Buruh, membatalkan atau mencabut UU Omnibus Law yang menyengsarakan buruh. Kemudian meminta kepastian upah kepada buruh yang masa kerjanya satu tahun ke atas.
“Karena kemarin barusan ditetapkan upah minimum bagi buruh 0 hingga satu tahun masa kerja. Maka, kita meminta kepada pemerintah untuk menaikkan upah di atas satu tahun masa kerja,” katanya.
Pihaknya juga menolak outsourcing dan sistem kerja permagangan yang marak di Jateng. Kemudian menolak Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan (Raperda) dari DPRD yang tidak memberikan perlindungan terhadap pekerja.
“Kami ingin ada produk hukum dari provinsi atau DPRD Jateng. Yakni raperda yang memberikan proteksi atau perlindungan kepada pekerja,” katanya. (fgr/ida)