RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Hari Sumpah Pemuda ke-94 diperingati meriah di Holy Stadium Semarang, Jumat (28/10) siang. Ribuan siswa dan mahasiswa antusias menyaksikan konser angklung dan drama musikal.
Acara bertajuk Pancasila: Voice of Humanity itu juga dimeriahkan kegiatan seminar wawasan kebangsaan dan orasi kebangsaan, serta aksi donor darah. Peserta berjumlah sekitar 7.000 orang terdiri atas siswa SD, SMP, dan SMA, serta mahasiswa. Hadir juga Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Ganjar mengatakan, ruang-ruang bertemu dan berdialog untuk anak-anak yang berbeda sekolah, agama, dan kelompok harus diperbanyak. Ia mengusulkan agar kegiatan bertandang antarsekolah dan antarwarga dari rumah-rumah ibadah yang berbeda terus dilakukan untuk memberikan ruang dialog, sehingga anak-anak saling memahami perbedaan yang ada.
“Model kita mengedukasi anak-anak dengan praktik-praktik, mereka bisa berkumpul, mereka bisa bertemu, bisa berdialog menurut saya itu akan lebih baik. Maka anak-anak bisa merasakan. Maka saya usulkan mungkin perlu kok bertandang antarsekolah, antarwarga dari rumah-rumah ibadah yang berbeda. Ini akan sangat bagus sekali,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, intensitas pertemuan dan seringnya berdialog akan mengasah kesadaran anak-anak dan bagaimana cara bersikap dengan orang yang berbeda dengannya. Mereka juga akan merasa saling memiliki, sehingga anak-anak tidak akan saling menyakiti dalam hal apapun. “Anak akan merasakan begini lho Pancasila dilaksanakan, tidak ada bully, mereka saling menyayangi, mereka saling membantu, dan spirit gotong-royongnya muncul. Kalau mereka sering bertemu, mereka berkumpul, mereka mengerti bahwa di antara mereka berbeda, sebenarnya rasa itu ada dan kemudian mereka terapkan untuk tidak saling menyakiti dalam praktik. Itu bagus banget, dan itu adalah toleransi,” ungkapnya.
Dalam acara itu, Ganjar sempat berdialog dengan empat anak. Mereka adalah Oni dan Rosyid, dua anak yang terlibat dalam pertunjukan drama musikal yang bercerita tentang toleransi, khususnya pengamalan dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Pertunjukan tadi hasil latihan selama enam bulan. Bercerita tentang mengamalkan nilai-nilai Pancasila, kita harus toleransi kepada teman dan orang lain. Saling menghargai dan menyayangi teman meskipun beda agama harus tetap toleransi,” ujar Oni dan Rosyid kepada Ganjar.
Dua anak lainnya yang berdialog dengan Ganjar adalah Mikhayla, siswi kelas 4 SD Terang Bangsa dan Miftahul Falah, siswa SMP Negeri 19 Semarang. Keduanya diminta Ganjar untuk menjelaskan apa itu toleransi? Menurut mereka, toleransi adalah tidak saling menyakiti, tetapi saling menghormati serta saling menolong kepada siapa pun. Tidak peduli apa suku dan agamanya.
“Toleransi itu harus tidak boleh menghina agama orang. Teman sekolah ada yang pernah menghina teman yang lain. Saya bilangin, kamu kalau hina agama orang berdosa,” ujar Mikhayla yang bercita-cita menjadi dokter dan pelukis itu kepada Ganjar.
“Toleransi itu tidak menghina agama lain. Seperti kita sedang ibadah, tidak boleh mengganggu yang lain dan tidak boleh mengejek yang lain. Walaupun kulit hitam, kulit putih harus tetap bersatu,” giliran Falah menjelaskan tentang toleransi kepada Ganjar dan semua pelajar mahasiswa yang hadir di Holy Stadium.
Melihat empat anak yang diajak berdialog itu sudah mengerti tentang apa itu toleransi, Ganjar terlihat senang. Menurutnya, itu adalah contoh dari bagaimana model bertemu, berkumpul, dan berdialog dapat membuka wawasan anak tentang perbedaan dan toleransi. Ia pun mengingatkan kepada orang tua dan guru agar memberikan contoh baik tentang toleransi kepada anak-anak.
“Dari beberapa anak yang saya ajak ngobrol tadi mengerti kok apa itu toleransi. Maka kalau anak sudah mengerti, orangtuanya harus kasih contoh. Kalau orangtuanya bisa memberikan contoh yang baik, maka insya’ Allah anak-anak akan jauh lebih baik,” pungkas Ganjar.
CEO Marimas Harjanto Halim merasa teredukasi dengan para siswa yang menjelaskan tentang toleransi beragama dengan cara sederhana di depan Ganjar. “Kalau anak-anak saja bisa menjelaskan, mengapa kita tidak bisa melakukannya. Kan gitu,” ujarnya.
Panitia acara Setyawan Budi menjelaskan, kegiatan ini untuk membumikan Pancasila. Sehingga anak muda bisa mengamalkan Pancasila dalam keseharian mereka. “Anak muda bisa menghargai keberagaman dan adat istiadat Indonesia. Hidup dalam negara beragam dan berbhineka, maka mereka harus menghargai dan saling menghormati,” katanya. (fgr/aro)