RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Komisi A DPRD Jawa Tengah (Jateng) bersiap perjuangkan nasib pegawai Non-ASN. Pihaknya menilai pegawai Non-ASN ini berperan penting dalan membantu program dan kinerja instansi pemerintahan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi A DPRD Jateng Mohammad Saleh menyusul kebijakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) yang akan melakukan penghapusan tenaga honorer November 2023 mendatang. Pihaknya juga telah menerima audiensi dari paguyuban Non-ASN kabupaten dan kota untuk mencari solusi yang terbaik.
“Tenaga mereka ini penting. Jika tahun depan mereka diberhentikan, padahal memegang kunci penting di instansi tersebut. Ini kan riskan,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM saat ditemui di Ruang Rapat Komisi A DPRD Jateng.
Ia menambahkan di beberapa bagian instansi pemerintahan, tenaga honorer ini menempati posisi strategis untuk menunjang layanan pemerintah kepada masyarakat. Misalnya di bidang kesekretariatan, keuangan, pembayaran pajak, teknologi, dan posisi lain yang memiliki peran vital.
“Coba bayangkan kalau puluhan ribu orang itu berhenti di Samsat yang memungut pajak kendaraan bermotor. Kalau mereka berhenti, target pendapatan kita tercapai nggak? Ini perlu dihitung oleh pemerintah sehingga harus mendengarkan aspirasi dari teman-teman,” tambahnya.
Saleh menyatakan, dari Komisi A DPRD Jateng telah menyampaikan aspirasi paguyuban Non-ASN kepada MenPAN-RB serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait kejelasan nasib tenaga honorer.
“Sarannya dari kami kalau bisa pemerintah ini mengangkat honorer menjadi PPPK. Bisa juga dengan memberikan lowongan PNS,” imbuhnya.
Menurutnya untuk tes dan syarat kelulusan juga tidak disamakan antara fresh graduate dan honorer yang sudah bekerja puluhan tahun. Tapi disesuaikan dengan keahlian masing-masing.
“Orang yang baru lulus S1 dengan honorer 10 tahun jadi guru atau ngurusi pajak daerah harus dibedakan tesnya. Jadi disesuaikan dengan keahlian dia, misalnya keuangan dan IT ya sendiri,” akunya.
Saleh merinci di Jateng ada 38 ribu tenaga honorer yang belum jelas nasibnya. Harapannya hal ini sebagai solusi mengatasi ledakan pengangguran jika penghapusan Non-ASN benar diterapkan tahun depan.
“Dengan mengarahkannya menjadi PPPK atau PNS, juga turut mendukung kesejahteraan hidup masyarakat,” pungkasnya. (kap/ida)