RADARSEMARANG.COM, Semarang – Keputusan Pemkot Semarang agar pedagang memilih berjualan di bekas relokasi Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) ataupun pindah ke Johar Baru, sudah final. Meskipun sekitar 80 pedagang mendatangi balai kota dan menuntut bisa berjualan di dua tempat tersebut, pemkot tetap keukeh.
Sekda Kota Semarang Iswar Aminuddin menuturkan, Pemkot Semarang membebaskan pedagang memilih tetap bertahan di MAJT ataupun pindah ke Pasar Johar Baru. Pedagang tidak diperkenankan memilih keduanya atau berdiri dua kaki.
“Sudah jelas kan, mau jualan di Johar atau MAJT. Saya nggak ngerti apa yang mereka keluhkan. Harusnya kan mengikuti apa yang sudah disepakati. Kita juga jelaskan di MAJT ini bukan milik pemkot, aset di sana juga tidak dihibahkan untuk dikomersialkan,” katanya usai menemui perwakilan pedagang di kantornya, Selasa (27/9).
Ia menegaskan, Pemkot Semarang punya sikap tegas, yakni lahan di MAJT bukanlah aset milik pemkot, melainkan milik MAJT yang dikelola nadzir wakaf MAJT. Namun jika sesuai aturan yang ada, pihak MAJT seharusnya mengurus izin jika memang akan digunakan sebagai pasar.
“Itu kan lahan MAJT, mau dipakai apa ya hak mereka. Tapi kalau mau disebut pasar ya harus ada izin operasionalnya, nah sampai sekarang belum ada,”tegasnya.
Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto yang ikut menemui pedagang menegaskan, berdasarkan kesepakatan dengan nadzir wakaf MAJT, para pedagang masih dipersilakan berdagang di sana sesuai dengan kesepakatan yang dibuat pemkot dan MAJT.
“Kami sudah berdiskusi dengan nadzir wakaf, silakan para pedagang yang mau berjualan di sana. Tapi kami ingatkan, di MAJT itu bukan aset pemkot. Kalaupun mau berjualan harus satu kaki, jangan dua kaki,”katanya.
Narti, salah satu perwakilan pedagang mengaku, kendala yang dihadapi ketika bertahan di MAJT. Menurutnya, lapak yang ada di Johar Baru terlalu kecil, padahal membutuhkan tempat yang lebar untuk menyimpan stok dagangan.
“Misalnya kalau kita cuma dagang di Pasar Johar saja ya tidak bisa buat menampung barang, karena ukuran lapak cuma 1,5 meter persegi,” keluhnya.
Hal itulah yang membuatnya wadul ke Sekda agar bisa dua lapak, maksudnya untuk menyimpan barang atau stok dagangan, apalagi di bekas relokasi juga mudah untuk loading dan masuk truk ketika barang dagangannya datang. “Barang kita ton-tonan, nggak mungkin kalau cuma di Johar. Jadi, minta kebijakan bisa tetap di MAJT,” katanya. (den/aro)