RADARSEMARANG.COM, Semarang – Tradisi Sesaji Rewanda kembali digelar. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, kegiatan ini dilaksanakan setiap hari ketiga bulan Syawal atau lebaran Idul Fitri hari ketiga.
Warga Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati memulai kegiatan sejak pukul 07.00. Begitu keluar dari rumah masing-masing, mereka membawa bungkusan sego ketek. Isinya sayur oseng daun pepaya-singkong, tahu tempe bacem, ikan teri, dan telur dadar. Makanan ini dibungkus menggunakan daun jati atau daun pisang.
Selain keunikan itu, warga juga membuat gunungan hasil bumi. Selain sego ketek, ada juga gunungan buah-buahan yang disusun rapi. Mulai dari pisang, apel, jeruk, belimbing, hingga nanas. Ada pula singkong.
“Ada beberapa gunungan hasil bumi, ini untuk ketek (monyet, Red),” kata pengelola Desa Wisata Kandri Masduki, 51.
Gunungan buah dan sego ketek ini, di arak jalan kaki dari dusun menuju Gua Kreo. Jarak yang mesti ditempuh sekitar 2,5 kilometer hingga puncak gua. Di samping kanan kiri, monyet yang mendiami Gua Kreo mengiringi arak-arakan. Mereka tampak antusias melihat gunungan berisi buah-buahan. Di tengah jalan mereka juga meminta makanan.
Sesampainya di puncak gua atau lokasi watu tengger yang dipakai Sunan Kalijaga bertapa, sesaji itu diletakkan di beberapa tempat. Sesaji ini dikelilingi warga. Sego ketek yang dibawa masing-masing warga tadi juga dikumpulkan jadi satu membentuk gunungan.
Proses selanjutnya dilakukan doa bersama persembahan sesaji untuk para monyet dan bumi. Warga dipimpin sesepuh dan tokoh agama melafalkan lagu dolanan Lir Ilir, dan doa lainnya. Setelah selesai, gunungan langsung diserbu warga untuk dinikmati.
Tak lupa, jatah untuk para monyet ekor panjang disediakan khusus di dekat watu tetenger, tempat bertapa Sunan Kalijaga dulu. Kawanan monyet itu langsung dihampiri. Mereka berebutan mengambil makanan.
Masduki menjelaskan, tujuannya diadakan tradisi rutin ini untuk berbagi kepada monyet penghuni Gua Kreo. Di waktu ini, kata dia, warga punya gawe yakni lebaran yang berarti merayakan kemenangan. “Kita punya banyak makanan, ya kita berbagi,” jelasnya.
Ia juga menyentil arti Gua Kreo yang berarti monyet yang ditugaskan oleh Sunan Kalijaga untuk merawat goa. “Kreo itu artinya merawat,” katanya.
Tradisi ini, juga bakal digelar kembali pada 21 Mei mendatang yang dilakukan bersama dengan Pemerintah Kota Semarang.
Kami punya kalender itu pasti, di bulan Syawal ramai jadi warga bisa menikmati pundi-pundi keuangan. Tidak hanya di sini saja, tapi beberapa warga yang memiliki homestay bisa terpakai. Juga UMKM bisa bergabung memeriahkan acara.
“Selama ini dari Pemkot masih menunggu waktu bahkan sampai diundur, kalau begini kurang pas menurut warga. Karena kami ini punya kalender pasti, event tanggal sekian ya sekian, tidak diundur,” harapnya.
Selain warga, ada pula pengunjung yang penasaran dengan tradisi nguri-nguri budaya Jawa ini. Adalah Jatmiko, warga asal Bawen ini sengaja mengajak keluarganya untuk mengunjungi Gua Kreo. Selain untuk liburan, juga ingin mengetahui seperti apa Sesaji Rewanda.
“Ya sengaja datang kesini H+3 lebaran karena mau tahu tradisi ini, menurut saya sangat unik untuk melestarikan budaya,” tuturnya. (ifa/bas)