RADARSEMARANG.COM, Semarang – Meskipun ada imbauan agar mogok memproduksi tahu tempe sebagai aksi protes atas kenaikan harga kedelai, tak membuat Agus Sumargono, 65, di Pandean Lamper tertarik.
Dia tetap meproduksi tempe. Itu karena kasihan dengan masyarakat kecil yang lebih mengandalkan tempe yang murah meriah untuk asupan gizi keluarga.
Dandim 0733 Kota Semarang Letkol Inf Honi Havana M.MDS bersama Danramil 04 Gayamsari Mayor Inf Rahmatullah AR SE MM dan Wadanramil Kapten Arh Mujiyono SH melakukan sidak di beberapa pasar dan produsen tempe di wilayah Semarang Rabu (23/2). Sidak tersebut merupakan bagian dari tugas monitoring Ketahanan Pangan di Kota Semarang.
“Tempe sekarang ini jadi makanan favorit masyarakat menengah ke bawah. Murah dan bergizi tinggi. Ketika ada imbauan mogok produksi sebagai bentuk protes kenaikan harga kedelai impor, saya memilih tetap memproduksi karena merasa kasihan dengan rakyat kecil yang membutuhkan tempe sebagai lauknya,” kata Agus.
Agus yang sudah 40 tahun mengeluti produksi tempe bersama tiga saudaranya ini mengaku tidak sekadar mencari untung, tapi lebih ingin membantu kebutuhan pangan masyarakat. Meski harga kedelai naik dari Rp 8.000 hingga Rp 10.900 per kilogram.
“Ketika saya naikkan harga, pembeli tidak mau. Ketika saya tawarkan harga tetap tapi beratnya berkurang justru mau. Maka saya tetap memproduksi tempe dengan harga sama, tapi beratnya saya kurangi,” katanya.
Contohnya harga Rp 4.000, biasanya kedelainya 450 ons, maka sekarang cuma 400 ons. Saat ini Agus memproduksi 340 kilogram kedelai untuk menghasilkan tempe yang dibungkus plastik. Sehari dia menghasilkan sekitar 850 bungkus tempe. “Kesimpulannya, pasar tetap mengikuti harga yang sudah-sudah. Meskipun isinya berkurang,” ungkap Agus.
Dandim 0733 Kota Semarang menyampaikan apresiasinya kepada para perajin tempe di Kota Semarang yang tetap menjaga ketersediaaan tempe dan menjamin kebutuhan pangan masyarakat. “Para perajin tempe tetap memikirkan masyarakat yang membutuhkan tempe sebagai bahan pangan,” katanya. (fgr/ida)