RADARSEMARANG.COM, Semarang – Lebih dari 100 coffee shop di Semarang telah melakukan pilah sampah dari hasil usahanya. Mereka bekerja sama dengan startup Rapel.id untuk pengangkutan dan pengelolaan sampahnya. Koran ini mengunjungi salah satu coffee shop tersebut di Kota Lama.
Tekodeko Coffee Shop rutin menyetorkan sampahnya ke kolektor sampah startup Rapel.id. Kafe dengan bangunan bersejarah itu tak semata mencari profit, tapi melakukan konservasi lingkungan dan cagar budaya.
Pengelola Kafe Jessie Setiawati menceritakan, kesadaran koleganya sudah dari upaya konservasi bangunan bersejarah. Lalu meluas hingga kesadaran lingkungan. Ia sempat kesulitan mencari pengelola sampah untuk limbah coffee shop-nya.
“Tahun lalu mulai kolaborasi dengan Rapel.id. Memang senang bisa ketemu sama platform yang sesuai dengan kebutuhan kita,” ungkapnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Dari pantauan koran ini di kafenya, semua menu makanan maupun minuman disajikan menggunakan perabot kaca. Kecuali kemasan plastik atau duplek untuk pesanan take-away. Sedangkan sedotan masih menggunakan plastik, tapi dengan bahan oxo-biodegradable yang dapat terurai lebih cepat.
“Sementara kami masih pakai sedotan plastik, soalnya belum nemu cara ideal untuk mensterilkan sedotan besi atau kaca. Tapi kami sudah berusaha sebisanya untuk pakai plastik ramah lingkungan,” imbuhnya.
Dia mengedukasi beberapa pegawainya untuk mulai memilah sampah kafe. Mulai dari membersihkan kardus bekas susu atau used beverage carton (UBC), melipat, dan mengumpulkan ke dalam satu wadah. Begitupun jenis sampah lainnya seperti duplek, kardus, dan plastik.
Di akhir bulan, ia tinggal memanggil kolektor Rapel.id untuk menjemput hasil pilahannya. Biasanya dalam sebulan sampahnya terjual sekitar Rp 80 ribu. Diakui memang butuh waktu ekstra untuk memilah. Selain itu Jessie dan pengelola lainnya harus rajin mengingatkan dan memantau pegawai.
Para kru atau pegawainya perlahan memahami upaya konvervasi yang ia lakukan. Saat mempublikasikan kegiatan kolaborasi pengelolaan sampah, pihaknya dibanjiri apresiasi dari para pelanggan. Memang saat ini konsep usaha ramah lingkungan menjadi nilau plus yang diperhatikan pelannggan. “Kami lihat sebenernya banyak yang sadar dan peduli pada isu ini, tapi tak semua tahu jalannya untuk menerapkan,” katanya.
Ke depan, pihaknya akan terus meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Yakni dengan menambah tong khusus tiga jenis sampah, mengolah sampah organik, menggunakan eco enzim, hingga melakukan urban farming untuk kebutuhan kafenya sendiri.
Saat ini ia baru menanam mint yang biasa digunakan untuk minuman di sana. Tanpa kekompakan pengelola dan niat besar, rencananya tak dapat terwujud. Mereka sepakat, upaya kolaborasi itu membuat kegiatan usahanya lebih seimbang. Ia harap pengusaha lainnya dapat melakukan hal serupa. “Bagaimana pun kami pelaku usaha, untuk menjadi lebih ramah lingkungan perlu proses bertahap dan pastinya menyesuaikan bugdet,” pungkasnya. (taf/ida)