RADARSEMARANG.COM, Semarang – Koalisi Pejalan Kaki Kota Semarang (KPKS) melakukan tamasya trotoar dalam rangka satu dekade hari pejalan kaki nasional Sabtu (22/1) kemarin. Selain mengampanyekan jalan kaki agar tubuh tetap bugar, juga mengajak masyarakat untuk naik angkutan umum.
Founder Koalisi Pejalan Kaki Kota Semarang (KPKS) Theresia Tarigan menjelaskan, kali ini dimulai dengan berkumpul di depan pintu masuk Lapangan Tri Lomba Juang untuk memulai rute TLJ-Lawang Sewu-Alun-Alun Johar-Gereja Blenduk-TLJ.
Banyak pengalaman menarik yang mereka temui sepanjang perjalanan antara lain pepohonan dan taman yang indah dan bangunan unik seperti rumah pompa di sebelah Jembatan Mberok.
Ratri Septina Saraswati, dosen Jurusan Arsitektur Universitas PGRI Semarang (Upgris) berbagi pengetahuan tentangan ciri bangunan masa VOC dan sesudahnya. Tepatnya saat berjalan kaki memasuki Kota Lama menuju Gereja Blenduk. Fasilitas trotoar banyak yang perlu diperbaiki yaitu retak dan lepas ubinnya. Demikian juga zebra cross yang tidak ada warna putihnya.
“Kami juga mencoba jembatan penyeberangan orang (JPO). Kami dapat menyeberang dari depan hotel Dibya,” tuturnya bersuka cita.
JPO ini cukup terbuka. Tidak semua tertutup iklan. Namun satu sisi, tangga lebih curam daripada tangga di sisi lainnya. Tangga JPO ini masih kurang lebar untuk 2 orang berselisihan.
Peserta berjumlah 21 orang merasakan senang dengan kebersamaan dan berharap acara tamasya trotoar rutin dilakukan. Tamasya trotoar ini tidak terlalu melelahkan karena dikombinasi dengan naik bus Trans Semarang.
“Kami naik bus dari halte Udinus menuju Halte Trans Semarang, lanjut ke halte dekat Kota Lama. Tamasya ini mengajak peserta dengan membawa tumbler agar tidak nyampah kemasan plastik minuman selama perjalanan,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM Sabtu (22/1).
KPKS berharap semua warga Kota Semarang mau berjalan kaki, bersepeda, dan naik angkutan umum. Walaupun memiliki kendaraan pribadi. Ini penting, agar tubuh sehat, berkurang polusi, dan memahami lingkungan sekitar.
Acara ini diakhiri dengan membagi bibit penghijauan baik untuk peserta dan untuk dibagi ke tetangga rumah peserta. Salah seorang pejalan kaki, Paryono, 64, mengaku sejak tahun 2012 melakukan aktivitas jalan kaki. Ia berusaha jalan kaki setiap harinya rata-rata lima kilometer. “Setiap hari saya keluar jalan kali. Semau saya, entah itu pagi atau sore,” jelasnya.
Selain itu, ia dari Garu jalan sampai Damar selama satu tahun jalan kaki. “Walaupun hujan dan puasa, saya tetap jalan kaki,” jelasnya.
Diakuinya, setiap enam bulan ia melakukan cek ke dokter hasilnya tidak ada penyakit. “Saya setiap hari jalan kaki dan saya sekarang tidak makan nasi,” jelasnya. (fgr/ida)