RADARSEMARANG.COM, Semarang – Gelar Budaya Nyadran Kali merupakan wujud rasa syukur masyarakat Kandri. Dilakukan di Desa Wisata Kandri, Gunungpati tepatnya sumber air yang melimpah di Sendang Gede Minggu (16/1) kemarin. Acara tersebut dimeriahkan pementasan seni atau gelar budaya. Disambut antusias masyarakat setempat penuh khidmat dan tetap meriah.
Ada dua sesi dalam gelar budaya ini. Sesi pertama dilakukan Sabtu malam (15/1) kemarin, dengan proses pengambilan air di tujuh sumber mata air. Yang terakhir di Kali Kidul untuk pengambilan air matirto suci untuk dikirab ke tempat Palareman tepatnya di Sendang Gede. Kemudian pengambilan air di Sendang Gede untuk membasuh muka para penari pada pagi harinya.
Setelah itu, kirab budaya dimulai memboyong properti, seperti gong, jadah, kepala sapi atau kerbau, sego golong, dan tumpeng. Dimulai dari Kali Kidul dibawa ke Sendang Gede.
Terdapat sembilan penari yang merupakan kreasi baru dari masyarakat Kandri tentang Matirto Suci Dewi Kandri. Makna dari sembilan penari itu merupakan angka tertinggi. Mulai dari tujuh sumber mata air menurut budaya Jawa merupakan pitulungan (pertolongan, red).
“Wong nek wes entok pitulungan, entok keselametan karo keberkahan (Orang yang sudah mendapatkan pertolongan, dapat keselamatan dan keberkahan, red). Jadi itu angka sembilan,” kata Ketua Panitia Gelar Budaya Nyadran Kali, Masduki kepada RADARSEMARANG.COM Minggu (16/1).
Para penari membawa kendi yang merupakan sumber mata air matirta suci. Diiringi beberapa gunungan yang diperebutkan masyarakat, seperti gunungan buah, gunungan sayur, dan mekarsari.
Filosofinya, kata dia, sumber mata air tersebut tidak hanya untuk masyarakat saja. Namun juga untuk pertanian. Selain itu, mekarsari merupakan kreasi hasil bumi yang dibuat olahan. “Gunungan itu dari teman-teman petani sebagai rasa syukur,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dulunya Sendang Gede merupakan sendang yang besar sebesar dandang. Kalau tidak ditutup, maka Semarang akan jadi lautan. Akhirnya ditutup dengan gong, kepala sapi atau kerbau, dan jadah.
“Gong itu kegongi yang menyuarakan dan menyebarluaskan itu pak camat. Simbol kepala sapi atau kerbau yang dibawa sama lurah itu sebagai pemimpin Kandri ini. Kalau jadah itu dari ketan dan lengket. Jadi, sebagai perekat antarwarga,” tuturnya.
Gebyar Budaya Nyadran Kali digelar setiap Kamis Kliwon bulan Jumadil Akhir. Karena Kamis Kliwon kemarin sempat PPKM, hanya dilaksanakan bersih-bersih sendang. “Jadi inti dari kegiatan ini bersih-bersih sendang kemarin. Ini hanya mantu,” tuturnya.
Ia berharap, para generasi muda selalu melestarikan budaya yang telah diwariskan para leluhurnya. Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Semarang Arnaz Andrarasmara sangat mengapresiasi kegiatan Nyadran Kali di Desa Wisata Kandri terlaksana kembali. Ia berharap, sektor pariwisata di Semarang dapat menggeliat kembali. “Tentunya selain bisa memulihkan perekonomian, masyarakat bisa menguri-uri budayanya,” jelasnya. (fgr/ida)