RADARSEMARANG.COM, Semarang – Penanganan Covid-19 di Kota Semarang mendapatkan pujian dari juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, dr Reisa Broto Asmoro. Bahkan secara terang-terangan, wanita cantik ini meminta agar daerah lain mencontoh dan bisa belajar dari Semarang.
Dalam konferensi pers terkait progres PPKM di Indonesia itu, Reisa mangapresiasi Kota Semarang yang mampu mengendalikan laju Covid-19 dengan meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Bahkan disebutkan bahwa upaya yang dilakukan di Kota Semarang telah mampu membuat 9 dari 10 orang memahami pentingnya menjauhi kerumunan.
Data tersebut sejalan dengan hasil pantauan kepatuhan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terkait perilaku masyarakat pada masa PPKM. Reisa menyebutkan jika kepatuhan masyarakat Kota Semarang dalam memakai masker tergolong cukup tinggi, yaitu berada pada angka 97 persen. Adapun dalam tingkat kepatuhan dalam menjaga jarak sendiri berada di angka 86 persen.
Data lain juga diungkapkan oleh Reisa, antara lain dari Google Community Report yang menunjukkan bahwa Kota Semarang juga sukses dalam menerapkan aturan Work From Home (WFH). Sebab, dalam laporan komunitas Google, hanya ada 20 persen warga Kota Semarang yang bepergian dari rumah ke kantor untuk bekerja.
Meski mendapatkan pujian, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi pun mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Kota Semarang yang telah bergerak bersama dalam upaya menurunkan kasus Covid-19.
“Saya rasa memang kepatuhan masyarakat ini salah satu kunci penting, sehingga saya tentu saja bersyukur dan berterima kasih kepada seluruh warga Kota Semarang yang telah kompak dalam menghadapi situasi saat ini,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (2/9/2021).
Hendi–sapaan akrabnya menenkankan, jika pandemi belum usai, sehingga pekerjaan rumah Kota Semarang dalam penanganan Covid-19 masih banyak. Salah satunya terkait vaksinasi yang pada saat ini terus diupayakan.
“Perlu diingat jika pandemi ini masih panjang, jadi jangan karena sudah mulai dibuka aktivitasnya, karena ini, karena itu, lalu jadi euforia,” tekannya.
Ia juga meminta masyarakat belajar pengalaman yang sudah ada. Tercatat, ada dua kali momentum angka Covid-19 meningkat, padahal saat itu jumlah kasus di Semarang mulai turun, namun kembali melonjak. “Jadi, kepatuhan ini harus kita jaga sembari vaksinasi terus dikejar agar dapat mencapai target herd immunity,” tegasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang M Abdul Hakam menyatakan, jajarannya terus berupaya untuk memaksimalkan stok vaksinasi yang dimiliki untuk mengejar herd immunity.
“Percepatan vaksinasi terus kita upayakan untuk dapat mencapai herd immunity bagi seluruh warga Kota Semarang. Dan kita terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan juga Kementerian Kesehatan untuk dapat memenuhi ketersediaan vaksin di Kota Semarang,” katanya.
Dikatakan, saat ini Pemkot Semarang terus mengejar agar level dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Semarang berada di level 1. Salah satunya adalah meminta tenaga kesehatan (nakes) untuk fokus melakukan tracing, testing, dan treatment (3T) jika menemukan kasus baru Covid-19.
Abdul Hakan menjelaskan, turunnya level PPKM dinilai dari beberapa indikator, salah satunya adalah tracing dan testing. Untuk jumlah kasus harian, kata dia, saat ini mulai melandai, bahkan bed occupancy ratio (BOR) pun juga sudah berkurang.
“Sebaran kasus dari puncak Juni-Juli lalu kasus hariannya bisa mencapai 150 sampai 200 pasien. Saat ini, kasus harian tidak lebih dari 10 bahkan sehari kadang cuma lima pasien,” ujarnya.
Hakam menjelaskan, BOR rumah sakit (RS) di 20 RS rujukan sekarang cukup rendah, bahkan dari jumlah tersebut, ada RS yang tidak lagi merawat pasien Covid-19. Termasuk tempat isolasi terpusat yang tadinya ada enam, lima lainnya sudah ditutup, dan hanya menyisakan di rumah dinas (Rumdin) Wali Kota Semarang saja.
“RS Pantiwilasa Dr Cipto, RSJ, RSI Sultan Agung, dan beberapa rumah sakit tipe C tidak memiliki pasien Covid-19. Sementara pasien di rumdin hanya delapan orang. Rumah sakit darurat Covid-19 pun sudah kami tutup,” tambahnya.
Dari tingkat kesembuhan, kata dia pada pekan ke-33 sampai 34 ini mencapai 94 persen. Angka kematian pun sudah menurun drastis menjadi 0,8 kasus per 100 ribu orang. Sedangkan angka Covid-19 sudah di bawah 5 per 100 ribu orang.
“Karena angkanya turun, kita akan fokuskan nakes ke tracing dan testing. Tracer minimal bisa melakukan test ke 10 sampai 15 orang ketika menemukan kasus baru. Kemarin posisi kita masih 2,4 orang,” jelasnya.
Salah satu kendala yang ditemui Dinkes saat melakukan tracing dan testing ini adalah masyarakat masih malu dan takut untuk menyampaikan sejujurnya. Misalnya bertemu siapa, ke mana saja, dan lainnya.
“Misalnya terungkap kan bisa dites orang-orang tadi. Kalau misal hanya di rumah saja, namun tertular, ya diambil tesnya orang satu rumah, tetangga kanan kiri. Kalau di kantor ya, teman kantornya akan kita tes juga,” paparnya.
Dinkes, kata dia, mengimbau agar masyakat mau jujur dan terbuka jika terpapar Covid-19. Sehingga penularan bisa ditekan. Bahkan pasien yang diantar oleh keluarga ke rumdin pun saat ini mulai dilakukan testing sebagai upaya menaikkan angka kontak erat.
“Kalau kasusnya sedikit saat ini yang diperiksa banyak, angkanya jadi akan banyak. Secara harian, baru 266 orang yang dilakukan tracing dan testing ini,” tuturnya.
Disinggung tentang kecepatan hasil test PCR di Semarang, Hakam menilai sudah sangat mumpuni dan cepat. Hampir semua rumah sakit memiliki alat sendiri, Dinkes juga memiliki lab sendiri untuk uji sampel hasil test dari Puskemas. “Ditambah lagi klinik-klinik ini kan punya, kalau sehari 500-an masih bisa. Nah antigen ini juga bisa dijadikan diagnostik, sehingga kita akan genjot testing dan tracing ini,”tegasnya. (den/aro)