RADARSEMARANG.COM, Semarang – Rencana Pemkot Semarang melakukan boyongan pedagang dari kawasan Pasar Johar Relokasi MAJT ke Pasar Johar pada bulan ini ternyata belum diketahui pedagang. Padahal sebelumnya Dinas Pedagangan (Disdag) sudah melakukan verifikasi pedagang yang jumlahnya sekitar 2.600 pedagang, dan akan pindah pada bulan ini ke Johar Tengah, Johar Utara, dan Selatan atau Johar Cagar Budaya.
“Kita belum tahu kalau bulan ini akan dipindah. Belum ada pemberitahuan kepada pedagang,” kata Ketua Paguyuban Pedagang dan Jasa Pasar (PPJP) Pasar Johar Surahman kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (1/9/2021).
Pedagang, kata dia, sebenarnya ingin duduk bersama dengan Disdag, dan melakukan diskusi terkait kepindahan ini. Apalagi banyak data yang dinilai belum jelas atau valid, sehingga banyak pedagang yang melakukan protes.
Sejauh ini, lanjutnya, proses yang diketahui para pedagang masih dalam tahapan verifikasi. Penetapan lapak pedagang dengan cara diundi pun belum diketahui kapan. Selain itu, menurut dia, Johar Selatan dan Kanjengan pun saat ini masih dalam proses pembangunan.
“Johar Selatan dan Kanjengan saja belum selesai dibangun. Yang siap baru Johar Utara dan Tengah. Kok sudah dikopyok seperti arisan. Nggak semudah itu menempatkan pedagang, kami intinya mau duduk bersama antara dinas dan pedagang,” tuturnya.
Terkait keputusan dinas bahwa pedagang yang memiliki lebih dari satu lapak hanya akan mendapatkan satu lapak saja, Surahman mengaku kecewa. Pedagang, kata dia, juga menentang adanya keputusan tersebut.
“Tentu pedagang nggak setuju kalau punya empat hanya dikasih satu, dulu kan juga beli meskipun nggak ada istilah jual beli di Disdag. Tapi, sudah diketahui oleh petugas pasar. Saya kira jangan pedagang saja yang disalahkan,” paparnya.
Pihaknya juga tidak bisa menjamin apakah nantinya para pedagang bisa menerima hasil pengundian sesuai zonasi yang akan ditetapkan oleh Disdag.
“Termasuk zonasi juga harus jelas dulu, silakan Disdag mengundi, tapi apa pedagang mau masuk atau tidak, kami tidak bisa menjamin,” tegasnya.
Rencana boyongan ke Pasar Johar cagar budaya disambut antusias para pedagang. “Terobatilah luka lama, jualan bisa ramai kembali. Dibangunkan tempat baru ya Alhamdulillah, tapi kalau tidak jadi satu dengan pedagang yang sama, jualan jadi sepi, ya bagaimana lagi,” ungkap Moch Ngadi, 59, salah satu pedagang.
Ia berharap di Pasar Johar bisa kembali seperti dulu. “Bisa ngumpul lagi seperti dulu,” harapnya.
Pedagang lain meminta penempatan lapak disesuaikan nomor register, bukan berdasarkan undian. Para pedagang, khususnya Johar Utara juga menginginkan penempatan di Pasar Johar Cagar Budaya diutamakan untuk pedagang lama. “Untuk Johar Utara, diprioritaskan untuk pedagang lama, jangan ada pedagang baru. Karena sekarang saja kami susah, bagaimana jika kami mendapat tambahan pesaing dari pedagang baru,” ujarnya setengah bertanya.
Senada dengan Surahman, pedagang yang memiliki lebih dari satu kios merasa kecewa jika hanya mendapat satu kios saja. “Informasinya, pedagang hanya mendapatkan satu kios, padahal pedagang di sini banyak yang memiliki lebih dari satu kios,” ujarnya. “Pusing. Saya merasa itu kurang adil, memang itu milik pemkot tidak bisa diperjualbelikan. Karena tidak seperti milik kita dulu, misalnya ada yang memiliki 8 kios, dan untuk pasar yang baru nanti pedagang hanya diberikan satu per-KK,” keluh pedagang Johar yang keberatan ditulis namanya.
Terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Joko Susilo meminta agar Disdag bisa mengatur penempatan pedagang dari awal hingga akhirnya bisa pindah ke Pasar Johar Baru. Tujuannya agar tidak menemukan kendala di tengah jalan. “Sistem penataan harus dibuat baik, sehingga pedagang tidak ribut, kalau memasukkan pedagang ke bangunan Pasar Johar cagar budaya itu mudah,” ujarnya.
Politisi PDI-Perjuangan ini mengaku beberapa waktu lalu sudah melakukan koordinasi dengan Disdag. Dirinya meminta agar penempatan bisa dilakukan secara bertahap, dan tidak langsung semua pedagang. “Tujuannya biar nggak semrawut, jadi bisa dilakukan secara bertahap,” bebernya.
Terkait pendataan pedagang yang jumlahnya menjadi 4 ribuan pedagang, Joko meminta agar pedagang bisa proaktif melapor ke dinas untuk pendataan serta kelengkapan berkas. Misalnya, jika dialihkan ke orang lain atau pedagang lama sudah tidak lagi berjualan.
“Sebenarnya dinas ini sudah punya data real. Disdag kan punya data pedagang, setelah terjadinya musibah kebakaran Pasar Johar yang lalu tinggal di-update saja,” katanya
Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang Juan Rama mengingatkan untuk pembagian lapak harus objektif. Terlebih, jumlah lapak lebih sedikit dibanding jumlah pedagang. Ia minta Disdag untuk menjelaskan mekanisme kepada para pedagang, terutama bagi yang memiliki lapak lebih dari satu. “Jangan sampai utamanya pedagang yang seharusnya tidak punya lapak secara resmi malah dapat, Disdag ini perlu detail untuk menyampaikan mekanismenya,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (1/8/2021).
Di sisi lain, ia mengkritisi model lapak yang berada di lantai 1. Menurutnya, posisi lapak terlalu menjorok ke dalam sekitar 1 meter. Sehingga, hal ini diperkirakan akan menyulitkan pedagang dalam menjangkau barang dagangan. Apalagi tidak ada pintu, karena model lapaknya seperti meja. Tak hanya itu, saat ia melakukan sidak beberapa waktu lalu, juga tidak menemukan adanya tangga atau ancik-ancik pada lapak, padahal tingginya sekitar 1 meter.
“Sewaktu sidak ya kita lihat, bayangan kita sulit. Apakah harus pakai tongkat untuk mengambil dagangan atau gimana. Bayangan saya kalau pedagang yang sudah sepuh apa tidak kesulitan? Pembuatannya kok bisa seperti itu? Dulu bagaimana perencanaannya?” katanya.
Kendati demikian, lapak sudah jadi, dan tidak mungkin dilakukan perubahan atau renovasi. Ia akan melakukan koreksi sambil jalan, dan permasalahan ini menjadi bahan evaluasi ke depan. (den/mg9/mg1/mg3/mg2/ifa/aro)