RADARSEMARANG.COM, Semarang – Sebelas perempuan dari berbagai kota di Indonesia pamerkan karya di Semarang Gallery. Bertajuk Sensing Sensation, seniman perempuan asal Bandung, Jakarta, hingga Bali mencoba mengubah stereotip masyarakat terhadap perempuan dengan lingkungan.
Nyaris selama tiga dekade belakangan, secara kolektif masyarakat telah menyadari dampak besar dari militerisme, kolonialisme, perang nuklir, polusi limbah, plastik dan penggundulan hutan. Namun, secara tidak sadar perusakan lingkungan tersebut juga menjadi bagian dari diskriminasi perempuan.
Salah satu penyelenggara pameran, Dennis Levy mengatakan, pameran ini diikuti oleh sebelas seniman perempuan yang masih muda dan masih baru dalam karirnya. Tema Sensing Sensation dipilih sebagai sebuah reaksi para seniman terhadap lingkungan yang sekarang ini sudah banyak berubah. “Mereka (para seniman) menumpahkan segala keresahan tentang lingkungan yang dihadapi perempuan melalui karya-karya ini,” katanya sambil menunjuk hasil karya seniman perempuan di Semarang Gallery Jumat (20/8). Sebanyak 21 karya dipamerkan secara terbuka mulai 21 Agustus hingga 24 Oktober 2021.
Sementara itu, Kurator Pameran Ignatia Nilu menjelaskan, lukisan yang dipamerkan lebih condong ke arah ekofeminisme. Ia ingin mengangkat posisi perempuan dengan lingkungan yang sering mendapat diskriminasi. Menurutnya, sedari kecil perempuan itu selalu dilatih untuk melihat citraan secara feminisme.
“Misalnya di wilayah domestik, posisi perempuan kelihatannya seperti di rumah saja. Jadi melalui pameran ini, kami ingin mengubah stereotip masyarakat terhadap posisi perempuan itu,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan makna dari salah satu lukisan yang dipamerkan, yakni karya Natasha Gabriela Tontey. Menurutnya, lukisan karya tontey ini mencoba menggambarkan kondisi bumi yang diibaratkan seperti evolusi kecoa.
“Lukisan ini termasuk sains fiction. Karena Tontey mau ngomongin bumi itu berubah dari figurasi kecoa. Jadi, kecoa itu seperti saksi dari evolusi dari dunia ini,” jelasnya. (cr8/ton)