RADARSEMARANG.COM, Semarang – Meski pandemi Covid-19, proyek pembangunan gedung Ki Narto Sabdo Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) jalan terus. Bahkan, saat ini telah memasuki tahap pemasangan tiang pancang. Beberapa pekerja terlihat sibuk mengoperasikan alat berat saat RADARSEMARANG.COM mengunjunginya, Kamis (22/7/2021).
“Pemasangan tiang pancang berjalan sejak 2 minggu lalu. Targetnya hari ini selesai. Rencananya akan membangun gedung 2 lantai,” tutur Sigit, kepala pelaksana lapangan, saat ditemui di samping proyek pembangunan.
Menurut keterangan salah satu pedagang, pemasangan tiang pancang memang sudah sejak 2 minggu lalu dan menggunakan teknik yang berbeda, jadi tidak mengagetkan atau menggetarkan seperti biasanya.
“Pemasangannya itu menggunakan entah teknik apa. Kayak angin dimasukkin gitu, saya aja sampai rela menonton di sana selama satu jam, saking penasaran,” tutur Dyah, 50, salah satu pedagang di sana.
Sigit membenarkan, teknik itu namanya hidrolis atau hydraulic static pile driver (HSPD). Berdasarkan data LPSE Kota Semarang, proyek ini digarap oleh PT Bintang Rama Perdana dengan anggaran Rp 11,6 miliar. Pusat kebudayaan yang terletak di Jalan Sriwijaya, Tegalsari, Kota Semarang ini memang terkenal sebagai tempat berkumpulnya seniman dan berlangsungnya pertunjukkan seni. Maka, pembangunan gedung baru ini menjadi kabar bahagia bagi seniman, penikmat seni, maupun pedagang di sana. “Ini menjadi wadah para seniman. Jika dibangun, seniman semakin terfasilitasi dan bisa melakukan kegiatan lebih banyak lagi,” jelas Dyah.
Harapan serupa diutarakan oleh salah satu pengunjung, sekaligus kolektor lukisan asal Semarang, Yuli, 53. Ia berharap, dengan dibangunnya gedung Ki Nartosabdo menjadi ruang untuk memajukan anak-anak muda dalam berkarya seni, dan produknya bisa terjual.
TBRS memang tidak seramai dulu, sebelum pandemi melanda. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat salah satu pelukis bernama Yois untuk berkarya. Di bawah rindangnya pohon beringin dan sepoi angin, ia melukis di Sanggar Lukisan Blontang, milik Andreas Subarjo, pelukis senior yang sudah berkali-kali mendapatkan Rekor Muri, sekaligus menjadi gurunya.
Menurut keterangan Yuli, Yosi sudah bekerja di sana selama 2,5 tahun. Belajar melukis sekaligus menjadi asisten Andreas. “Lumayanlah. Kemarin terjual 3 lukisan. Satu lukisannya Rp 300 ribu. Nah, kalau saya kebetulan sering main ke sini. Liat-liat Mas Yosi melukis, kadang saya kasih komentar,” katanya. (cr9/ida)