29 C
Semarang
Monday, 28 April 2025

PLTSa Jatibarang Bisa Mengolah 100 Ton Sampah Harian Menjadi Listrik

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) terus disempurnakan oleh Pemerintah Kota Semarang. Saat ini, progresnya dalam tahapan final bussines case (FBC), dan ditargetkan pada November mendatang sudah bisa dilelang.

Informasi yang dihimpun RADARSEMARANG.COM, pembangunan PLTSa kali ini bakal menggunakan sistem pembiayaan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga sampah yang sudah ada sebelumnya di TPA Jatibarang, PLTSa ini menggunakan teknologi pembakaran (insinerasi).

“Yang sudah ada sebelumnya, sistemnya menangkap gas metan dari sampah untuk menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Kalau yang saat ini sistemnya beda,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang Sapto Adi Sugihartono.

Dengan teknologi baru, kata dia, proses untuk sampah menghasilkan listrik akan lebih cepat, dan tidak ada sisa sampah. Bahkan jika sudah beroperasi, bisa mengolah 1.000 ton sampah per hari

“Nantinya kapasitas PLTSa ini bisa menghasilkan listrik lebih besar dibandingkan yang sudah ada,” bebernya.

Disebutkan, rata-rata produksi sampah di Kota Semarang di angka 1.000 ton per hari. Namun setelah dilakukan pengolahan, dan lainnya masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) sekitar 800 ton.

Nah kalau sudah beroperasi bisa zero sampah, karena sampah langsung diolah, jadi nggak ada timbunan,” paparnya.

Dikatakan, final business case sudah tuntas. Saat ini, pihaknya tengah menyiapkan dokumen lelang proyek PLTSa strategi nasional tersebut. Targetnya akhir tahun lelang dapat dilakukan. Lalu investor dapat memulai kajian, dan memulai kontruksi pada 2022. “Paling lama instalasi selesai tiga tahun. Harapannya, tahun 2025 bisa mulai beroperasi,” harapnya.

Dikatakan, dalam tahapan pemantapan dan penajaman dokumen dari sisi bisnis, pihaknya mendapatkan pendampingan dari kementerian terkait yang nantinya akan ditawarkan ke investor. “Kita tawarkan poinnya ke investor, harapannya bisa mendapatkan partner yang benar-benar proper, dan menguntungkan pemkot,” tambahnya.

Sapto menambahkan, saat ini sudah ada puluhan investor yang menyampaikan minatnya untuk menjadi partner Pemerintah Kota Semarang dalam pengelolaan PLTSa Jatibarang. Ia menyebut, beberapa investor dari Eropa sudah banyak yang menyatakan minatnya. Misalnya, saat melakukan sounding market beberapa waktu lalu.

“Saat sounding market kemarin banyak yang berminat. Mekanismenya, nanti siapa yang menjadi partner tetap ditentukan dari proses lelang, dengan skemanya pembiayaan Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU),” terangnya.

Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso memberikan dukungan atas inisiasi Pemkot Semarang dalam masalah sampah yang menjadi pekerjaan rumah.

“Produksi sampah kita mencapai 1.200 ton per hari, kalau dibiarkan tentu akan menumpuk. PLTSa ini bisa jadi solusi, kita dorong agar bisa segera terwujud,” katanya .

Dewan, kata dia, mensupport, dan siap memberikan bantuan jika terjadi kendala di lapangan, serta siap melakukan pembahasan. “Kita siap support melalui pembahasan, namun saat ini belum sampai dilakukan karena kondisi Covid-19 sedang naik,” tambahnya.

Ia menjelaskan, salah satu yang perlu dibahas terkait adanya tapping fee yang harus dikeluarkan Pemkot Semarang setiap tahun sebesar Rp 120 miliar. Politisi Partai Gerindra ini mengaku, besaran tapping fee tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan APBD Pemkot Semarang.

“Karena ini masa pandemi, adanya besaran tapping fee ini juga harus dipikirkan. Jumlahnya nggak sedikit, perlu dikaji ulang bila memberatkan,” pintanya.

Jangan sampai, lanjut Joko, anggaran sebesar itu muspro atau sia-sia, dan malah tidak bermanfaat bagi warga Semarang ke depannya. “Intinya kita support, tapi jangan sampai nggak ada manfaatnya. Ini juga belum sempat dilakukan pembahasan,” tuturnya.

Sementara itu, sejak awal tahun lalu, Pembangkit Listris Tenaga Sampah (PLTSa) Landfill Gas di TPA Jatibarang sudah tidak berproduksi. Area TPA seluas 9 hektare yang ditutup membran tak lagi menghasilkan listrik. Dari 10 sumur yang menyerap gas untuk diubah menjadi listrik, hanya satu atau dua sumur yang mengeluarkan gas.

Menurut keterangan salah seorang petugas di lokasi, saat ini mesin mengalami kerusakan. Dikatakan, pihak pengelola tengah mengupayakan perbaikan. Sedangkan peralatan lainnya tetap menerima maintenance setiap hari agar tidak rusak.

“Kerjaan kami ya sama tetap mengecek perlatan lainnya biar nggak rusak,” ujar pria yang enggan ditulis namanya tersebut kepada RADARSEMARANG.COM.

Pihak manajemen PT Bhumi Pandanaran Sejahtera (BPS) sebagai pengelola PLTSa TPA Jatibarang belum menanggapi secara detail pertanyaan koran ini.

Kepala DLH Kota Semarang Sapto Adi Sugihartono mengatakan, telah terjadi penurunan angka produksi yang signifikan.  “Rugi ya rugi, dalam artian dari pengelolaan BPS mesti rugi kalo mengeluarkan biaya operasional, tapi tidak menghasilkan apa-apa,” terangnya.

Menurutnya, semua area yang tertutup membran sudah kehabisan gas. Namun tidak memungkinkan menutup lahan lain dengan membran untuk perluasan PLTSa, dan penyerapan gas agar bisa berproduksi kembali. Hal tersebut tidak memungkinkan lantaran zona lainnya masih aktif digunakan membuang sampah oleh truk-truk.

“Dulu kajiannya bisa menghasilkan sampai 800 kilowatt, sekarang hanya 200 kilowatt. Nah itu tergantung dengan produksi,” imbuhnya.

Setelah mengkaji kembali kekurangan PLTSa Landfill Gas, pihaknya berencana membangun PLTSa insinerator. Mengingat PLTSa yang telah ada tidak mengurangi jumlah timbunan sampah di TPA Jatibarang.

“Memang kita punya dua pendekatan yang berbeda, yang ini (PLTSa landfill gas) untuk memanfaatkan gas metan yang ada. Sedangkan yang mau dibangun nanti mengurangi volume sampah di TPA,” jelasnya.

“Kami harap PLTSa ini bisa mengolah 100 ton sampah harian menjadi listrik. Jadi, kita tak perlu terus-terusan membuka lahan baru untuk menimbun sampah,” tambahnya.

Sapto juga menegaskan saat ini energi terbuka untuk teknologi apapun. Selama pengolahan ramah lingkungan dan tidak menimbulkan polusi atau sisa abu yang berbahaya untuk warga. “Dari 46 hektare luas TPA Jatibarang, 15 hektare akan kami gunakan untuk proyek ini,” katanya. (den/taf/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya