RADARSEMARANG.COM, Semarang – Akibat hujan lebat dan angin puting beliung Sabtu sore (29/5/2021), menyebabkan kantor Pengadilan Negeri (PN) Semarang rusak. Eternit atau plafon ruang kerja panitera pidana dan sebagian ruang hakim di lantai dua ambrol. Akibat kejadian tersebut, sebagian berkas persidangan rusak. Bahkan papan nama di depan kantor PN Semarang juga ambruk.
“Gentingnya tersingkap. Air hujan masuk deras sehingga plafon tidak kuat menahan air hujan yang mengalir terus menerus. Akhirnya ambrol juga,” kata Humas PN Semarang, Eko Budi Supriyanto saat dikonfirmasi, Minggu (30/5/2021).
Eko Budi menambahkan, ruangan yang terdapat berkas perkara yaitu ruang pidana. Beruntung bisa segera diatasi oleh petugas piket. Ia meyakinkan, kejadian ini tidak akan berpengaruh pada sidang. “Sudah teratasi pagi ini. Kami serentak kerja bakti dan plafon segera dipasang yang baru. InsyaAllah aman dan sidang tetap berjalan,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator LSM Jateng Dwi Sofiyanto menyatakan, ambrolnya eternit gedung diduga karena adanya ketidaksesuaian spesifikasi dalam pembangunan. Sebab, diketahui belum lama dibangun. “Kalau sesuai spek, pasti eternit atau bagian gedung lainnya akan tahan terkena angin kencang dan hujan lebat. Kalau sampai ambrol, ini ada apa dengan anggaran pembangunannya?” ungkap Dwi.
Menurutnya, kerusakan akibat musibah alam tersebut hanya terjadi di PN Semarang. Adapun bangunan lain seperti Kantor Imigrasi Semarang yang berada di sebelah kiri persis dalam kondisi baik, padahal berusia lebih tua.
“Rusaknya gedung dan sarpras lainnya ini menjadi isyarat bahwa sistem peradilan di PN Semarang sudah rusak karena adanya mafia peradilan. Banyak hakim yang seharusnya kepanjangan tangan Tuhan, justru bermain untuk mendapat keuntungan,” tuturnya.
Dwi menambahkan, banyak laporan terkait buruknya pelayanan publik di PN Semarang. Termasuk laporan hakim yang sarat kepentingan dalam memutus perkara yang ditangani. Ia mencontohkan, pernah menanyakan terkait putusan perkara yang dianggap janggal. Hal itu karena dalam satu perkara, muncul beberapa putusan yang berbeda. “Kemudian kami meminta klarifikasi dan informasi terkait perkara itu, namun hingga sekarang tak ditanggapi,” terangnya.
Dwi lantas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan untuk memeriksa anggaran pembangunan gedung tersebut. Ia menduga, anggaran yang direalisasikan tak sesuai anggaran awal sehingga gedung mengalami kerusakan. (ifa/ida)