RADARSEMARANG.COM – Sejak tahun 1881, tibanya bulan Ramadan di Kota Semarang selalu dimeriahkan dengan tradisi Dugderan. Tradisi tersebut bahkan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan (Kemendikbud) RI. Mengingat Dugderan telah menjadi bagian dari sejarah panjang masyarakat di Ibu Kota Provinsi Jateng, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (Hendi) memutuskan tetap menjalankan tradisi tersebut meski pandemi Covid-19 belum usai.
Meski begitu, Hendi, melakukan beberapa penyesuaian dalam pelaksanaannya kali ini. Salah satunya adalah arak-arakan Warak Ngendog yang sejak tahun lalu tidak digelar. Agar tidak mengundang kerumunan seperti biasanya, diputuskan prosesi Dugderan tahun ini pun dijalankan secara sederhana. Dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Kauman Semarang, Minggu (11/4/2021).
Prosesi Dugderan sederhana tersebut adalah yang kedua kali dilaksanakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Yakni, tahun lalu digelar pada masa awal pandemi Covid-19 melanda. “Sama seperti tahun lalu, kami tetap menjalankan tradisi ini demi menjaga budaya asli Kota Semarang di tengah pandemi Covid-19. Tahun ini dikemas oleh sedulur-sedulur Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) dengan protokol kesehatan. Meski tidak semeriah sebelum-sebelumnya, tetap bisa dilaksanakan,” terang Hendi.
Bersama dengan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Semarang, Hendi menjalankan prosesi Dugderan dari halaman balai kota dengan suasana yang sangat terbatas. Warak Ngedog diarak menuju Masjid Agung Kauman Semarang. Hendi kemudian membacakan Suhuf Halaqof, dilanjutkan dengan menabuh bedug sebagai tanda akan tibanya bulan Ramadan. “Mudah-mudahan selama Ramadan, masyarakat bisa menjalankan ibadah dengan baik,” pesan Hendi usia melaksanakan proses Dugderan. (*/zal/ida)