26.8 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Miris! Pelaku Kekerasan Seksual Didominasi Ayah Kandung

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Kekerasan terhadap perempuan menjadi isu yang krusial. Di Kota Semarang, pada 2020 terjadi 164 kasus kekerasan, dan 145 di antaranya korbannya perempuan. Dari keseluruhan, sebanyak 88 kasus kekerasan yang dilaporkan adalah kekerasan seksual. Kekerasan ini pun bukan hanya terjadi di ranah publik, tetapi juga ranah domestik atau keluarga.

“Menurut catatan LBH Apik Semarang dari tahun 2016 sampai 2020, ada 24 kasus kekerasan seksual di ranah domestik, khususnya di Kota Semarang,” beber Direktur dan Advokat Publik LBH Apik Kota Semarang Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko kepada RADARSEMARANG.COM.

Wanita yang akrab dipanggil Rara Ayu ini mengungkapkan, rata-rata korban yang mengalami kekerasan seksual di ranah domestik berasal dari usia yang belum matang, bahkan ada juga yang masih balita. Mulai usia tiga tahun sampai 17 tahun. Mirisnya, pelaku kekerasan seksual di ranah domestik yang tertinggi adalah ayah dari sang korban sendiri.“Pelaku yang tertinggi adalah ayah kandung, kemudian ayah tiri juga,” katanya.

Rara Ayu sebagai perwakilan dari LBH Apik Semarang juga mengatakan, pemerintah seharusnya lebih tegas dalam melakukan upaya pencegahan, memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan terutama kekerasan seksual, membentuk program mengenai cara asuh orang tua, serta meningkatkan layanan dukungan terhadap korban.

“Menurut kami, kekerasan seksual merupakan satu kejahatan pelanggaran hak asasi manusia yang seharusnya pelaku mendapatkan hukuman secara maksimal dalam proses hukum sebagai salah satu upaya efek jera bagi para pelaku,” tuturnya.

Wanita berusia 30 tahun ini menambahkan, korban yang berani melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dialami ke kepolisian, maka seharusnya korban mendapatkan hak perlindungan dari negara selama berhadapan dengan hukum.

“Perempuan harus berani dan bersikap tegas memberikan laporan ke kantor layanan perempuan dan anak, atau berani lapor ke kantor polisi ketika mengetahui atau mengalami sendiri kekerasan seksual,” tandasnya.

Pengamat media dan gender Undip Sunarto mengatakan, kekerasan seksual yang dilakukan oleh keluarga sendiri dilatarbelakangi oleh kurangnya moral si pelaku, dan seringkali didukung dengan ketidaktahuan korban akan bentuk pelecehan. Sehingga hal tersebut bisa terjadi. Menurutnya, anak-anak yang terkena pelecehan kerapkali tidak diberi bekal pengetahuan yang cukup terkait pendidikan seks. Sehingga tidak bisa menghindari ketika pelecehan itu terjadi. Hal tersebut dimanfaatkan oleh orang dewasa yang menjadi pelaku seksual.

“Saya kira kepada anak-anak itu seharusnya sudah disadarkan arti dari, menjaga diri secara seksual. Artinya, sejak kecil anak harus dikondisikan untuk tidak mudah dipegang oleh siapapun. Termasuk saudaranya sekalipun. Jadi, kita perlu memberi kesadaran bagi anak kita untuk menjaga jarak,” jelas dosen Ilmu Komunikasi Undip ini. (mg1/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya