RADARSEMARANG.COM, Semarang – Dugaan kasus malapraktik yang dialami Samuel Reven, 26, di Rumah Sakit Telogorejo Semarang harus diusut tuntas. Jika benar ada pelanggaran, pihak rumah sakit bisa dipidanakan. Apalagi kasus tersebut sampai memakan korban jiwa.
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah Ngargono mengatakan, jika memang ada pelanggaran harus diusut sampai tuntas. Dalam hal ini, pihak RS wajib transparan untuk menjelaskan secara detail penyebab meninggalnya korban. Ini agar publik mengetahui dan tidak menerka-nerka dengan adanya dugaan kasus tersebut.
“Pihak RS harus transparan. Jika memang ditemukan pelanggaran pidananya, saya kira tidak menutup kemungkinan ke arah sana,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM, Jumat (29/1/2021).
Ia mengapresiasi langkah yang sudah diambil keluarga pasien untuk melanjutkan kasus tersebut. Apalagi ada konsumen yang sampai meninggal. Hanya saja, semua tetap harus ditelusuri sampai detail. “Saya kira ini hak dari pasien untuk membawa ke ranah hukum, karena adanya ketidakpuasan pelayanan,” tegasnya.
Dikatakan, setiap konsumen dilindungi dan mempunyai hak di mata hukum. Sesuai dengan Undang‐Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 4 ayat c yi, disebutkan tentang hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pada ayat g yi, diatur hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, dan tidak diskriminatif.
“Ya, pihak RS harus bisa menjelaskan secara detail kondisinya. Tentunya disertai dengan bukti dan transparansi kepada keluarga korban dan publik,” katanya.
Ngargono meminta, pihak RS Telogorejo tidak menutup-nutupi sedikitpun informasi terkait adanya dugaan malapraktik tersebut. Menurutnya, harus dijelaskan korban penyakitnya apa? Kondisinya bagaimana? Dan apa yang menyebabkan korban meninggal?
“Misalnya, jika pasien tidak covid kok dicovidkan? Itu sudah melakukan pelanggaran,” tegasnya.
Tantang Otopsi
Sementara itu, ayah mendiang Samuel Reven, Raplan Sianturi, menantang pihak rumah sakit melakukan otopsi anaknya untuk membuktikan penyebab kematian putranya.
“Saya tantang, mari kita panggil kepolisian. Kita otopsi. Tapi, direktur medis dan dokter yang menangani mengatakan janganlah sampai ke situ,” ungkap Raplan Sianturi kepada RADARSEMARANG.COM, Jumat (29/1/2021).
Purnawirawan TNI warga Kelurahan Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur ini mengakui, sampai sekarang belum mengetahui penyebab pasti putra pertamanya itu meninggal saat mendapat perawatan di ruang isolasi RS Telogorejo pada 3 November 2020 lalu.
“Setelah kami berkabung, kami minta klarifikasi, sebenarnya anak saya ini sakit apa? Meninggal karena apa? Karena dalam surat keterangan hanya meninggal karena penyakit tidak menular,” bebernya.
Raplan menjelaskan, pasca kejadian tersebut, dirinya sudah bolak balik Jakarta-Semarang sebanyak tujuh kali dalam kurun waktu tiga bulan. Tujuannya, tak lain menanyakan hal tersebut kepada pihak RS Telogorejo. Pihak rumah sakit sendiri berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.
“Ada dokter yang mengatakan mau menyelesaikan secara kekeluargaan. Tapi habis itu, tiga minggu lewat, masa bodoh lagi mereka, tidak ada lagi,” terangnya.
Dikatakan, Samuel masuk IGD RS Telogorejo pada 28 Oktober 2020 malam setelah merasakan perutnya tidak enak. Awalnya, dikira sakit asam lambung. Setelah diperiksa dokter spesialis penyakit dalam, Samuel direkomendasikan dirawat di ruang HCU. Namun justru dibawa ke ruang isolasi.
“Ternyata ruang itu hanya berupa gudang yang dipakai. Itupun diakui sama mereka. Memang tidak layak, dan itu diakui secara tertulis oleh dokter medis. Apakah seperti itu rumah sakit berbintang lima? Ini yang menjadi kenangan tidak enak saya di Semarang,” katanya.
Pihaknya melihat banyak kejanggalan dari kematian anaknya. Bahkan, sempat juga dianggap covid. Padahal hasil swab dua kali dari rumah sakit tersebut hasilnya dinyatakan negatif.
Raplan juga menyebutkan, putranya sempat disuntik dengan insulin. Setelah menjalani perawatan empat hari, nyawanya tidak terselamatkan. Bahkan, kakinya mengalami cacat bengkok. Padahal saat masuk dalam keadaan normal.
“Sampai ke liang lahat, bengkok kaki anak saya. Katanya, kami sudah melaksanakan sesuai SOP. Kalau saya mengatakan, dia (RS) tidak melaksanakan SOP dari awal,” tegasnya.
Uli Artha, kuasa hukum Raplan mengatakan, terdapat dugaan adanya hak-hak pasien yang dihiraukan oleh pihak RS yang bersangkutan. Pihaknya membeberkan salah satunya adalah fasilitas dalam ruang isolasi almarhum Samuel.
“Karena rumah sakit ini tidak punya tempat tidur yang jumbo, seukuran almarhum. Terus kenapa tidak dirujuk. Itu kan termasuk hak-hak pasien,” katanya.
Kalau memang rumah sakit tidak mempunyai fasilitas, seharusnya dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas tersebut. “Itu sesuai dengan di undang-undang kesehatan. Hak-hak pasien,” ujarnya.
Pihaknya menegaskan, akan terus melanjutkan permasalahan ini ke ranah hukum jika tidak mendapatkan itikad baik dari pihak rumah sakit.
“Tetap kita lanjut. Kalau perlu dilakukan otopsi. Karena selama ini hanya janji-janji akan menyelesaikan secara kekeluargaan,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, RS Telogorejo Semarang diduga melakukan malapraktik dengan korban Samuel Reven, 26. Pihak keluarga sudah membawa kasus ini ke ranah hukum. RS Telogorejo dinilai tidak respon ketika keluarga korban mengadukan dugaan kasus tersebut. Bahkan, RS Telogorejo dituding sengaja mengcovidkan korban dengan dalih untuk memperoleh anggaran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Korban Samuel Revan sendiri meninggal pada 3 November 2020 saat dirawat di ruang isolasi selama empat hari. (fth/mha/aro)