RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pasangan calon petahana Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu sukses melaksanakan debat publik kedua yang diselenggarakan KPU Kota Semarang. Debat publik digelar di Patra Semarang Hotel, Rabu (2/12/2020) petang.
Karena merupakan calon tunggal, pasangan Hendi-Ita kembali melakukan penajaman visi misi. Konsepnya tetap menjawab pertanyaan dari pakar, panelis, dan warga. Panelis yang dihadirkan yakni Prof Dr Suharnomo (Dekan Fakultas Ekonomi Undip), Prof Dr Indah Susilowati (Undip), Dr Joko Handoyo (Ketua IDI Jateng), Pri.GS (Budayawan), dan Kiai Ubaidillah Shodaqoh (Rais Aam PWNU Kota Semarang).
Salah satu panelis, Prof Indah melontarkan pertanyaan kepada Hendi-Ita, soal langkah yang diambil karena masih banyak ditemukan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati trotoar. Sehingga mengganggu estetika kota. Juga langkah lain yang kembali terpilih untuk mewujudkan tagline Semarang Semakin Hebat. “Periode pertama penataan dilakukan di Pasar Bunga Kalisari, Batan, dan estetikanya saat ini sudah sangat bagus. Selain itu, penataan PKL juga tidak hanya berdasarkan pada penegakan perda, namun berdasarkan kemanusiaan,” jelas Hendi.
Mbak Ita menambahkan, jika keduanya akan memperkuat ekonomi lokal dengan membangun sentra PKL. Meskipun tidak dipungkiri, lanjut dia, masih ada PKL yang menggelar dagangan di trotoar. “Tahun depan akan dibuat lima taman yang digunakan untuk sentra PKL. Ada juga fasilitas seperti di Kalisari, di belakang Kali Semarang digunakan untuk sentra PKL,” tambah Ita.
Usai debat, Hendi mengaku jika debat kedua ini merupakan ikhtiar keduanya untuk mengikuti tahapan Pilwalkot Semarang. Panelis, kata dia, memberikan gambaran dan masukan yang akan menjadi catatannya. “Saya 99 persen setuju masukan dari para panelis,” tambahnya.
Disinggung tentang penataan PKL, lanjut Hendi, konsep yang diusung adalah relokasi atau memindahkan tempat, bukan penggusuran. Ia mencontohkan relokasi yang dilakukan ketika pembangunan Sungai Banjir Kanal Timur (BKT), Pemkot Semarang memberikan lahan pengganti di MAJT dan Pasar Klitikan Penggaron.
“Ini adalah bagian dari konsep, jadi pembangunan harus disengkuyung bareng masyarakat. Aktivitas ekonomi harus berjalan, PKL juga menyerap tenaga kerja, jadi kita nggka boleh kenceng-kenceng,” tambahnya.
Relokasi dan mempercantik lahan PKL yang sudah disediakan, lanjut dia, dilakukan dengan pendekatan personal. Misalnya, di Kalisari dan Batan, Hendi mengungkapkan jika para pedagang ini diberi pengertian jika posisi mereka berjualan kurang pas, sehingga harus dilakukan relokasi ataupun menempatkan ke shelter.
“Kita bikin shelter misalnya di Batan, kami pesan jaga kebersihan. Kalau masih kotor ya kita berikan peringatan. Kami komitmen pada periode kedua kalau terpilih kami tidak akan melakukan penggusuran PKL, tapi kami akan menata PKL supaya mampu bersinergi dengan estetika kota dan mereka mampu tingkatkan pendapatan untuk keluarganya,”jelasnya.
Masa kampanye yang tinggal tiga hari, lanjut Hendi, akan dimaksimalkan untuk melakukan kampanye virtual maupun kampanye offline dengan menyambangi masyarakat. Misalnya, dengan mengoperasionalkan mobil kampanye di daerah yang belum bisa didatangi.
“Kita sudah 67 hari berkampanye, Alhamudulillah kondusif. Tim pemenangan, relawan juga bisa menjega situasi. Kami harap setelah masuk hari tenang, mereka juga bisa mengikutti aturan yang ada dengan tidak mengisi aktivitas kampanye dan melepas APK,” harapnya.
Prof Indah ditemui usai debat publik menjelaskan, jika Hendi-Ita sangat menguasi lapangan dan materi yang ada. Ini bukti jika keduanya turun ke bawah dan menyisir pemasalahan yang ada di masyarakat. “Kalau dari sisi akademisi, sudah terasa pembangunan di Semarang. Kota Lama misalnya, kini bisa disulap menjadi tempat yang indah dan mendatangkan wisatawan,” katanya.
Namun ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan Hendi-Ita jika terpilih pada periode kedua nanti, yakni adanya urbanisasi yang masuk ke Semarang. Tentunya dinamika yang ada akan semakin tinggi, apalagi dengan budaya dan karakter yang berbeda-beda dari para pendatang. “Misalnya PKL, kalau nggak diawasi bisa menjamur lagi. Rekayasa sosial atau social engineering sangat penting. Rekayasa teknis lebih mudah dibandingkan mengatur orang yang lebih agak susah,” tuturnya.
Ketua KPU Kota Semarang Henry Casandra Gulton menjelaskan, jika debat publik kedua ini berjalan dengan lancar. Debat mengangkat tema kajian sosial, ekonomi, politik, budaya dan kesenjangan sosial. “Alhamdulillah tadi berjalan dengan lancar, visi dan misi paslon juga telah dipaparkan di depan panelis,”katanya. (den/aro)