RADARSEMARANG.COM, Semarang – Jalan Muktiharjo, terutama depan Kantor Kelurahan Muktiharjo Lor terendam banjir sejak Minggu (1/11/2020). Biasanya dalam waktu sehari genangan air tersebut mulai berkurang. Namun karena curah hujan tinggi, genangan air tersebut tak kunjung surut.
“Airnya masih tinggi sampai selutut orang dewasa dari Minggu pagi,” ujar warga Kelurahan Muktiharjo Lor, Rifda kepada RADARSEMARANG.COM.
Lurah Muktiharjo Lor Karmo Dwi Listono mengatakan, banjir memang kerap terjadi sejak 2012. Dahulu banjir disebabkan oleh dua hal, rob dan hujan deras. Kini, permasalahan rob telah teratasi dengan adanya bendungan pada Kali Sringin dan Tenggang. “Tinggal permasalahan banjir karena air hujan saja,” jelasnya.
Dwi -sapaan akrabnya- mengungkapkan, sebelumnya telah dilakukan rapat kajian bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) pusat tentang pengadaan 12 pompa air di Kali Tenggang. Namun, hanya enam pompa yang benar-benar sudah dibangun. “Enam pompa ini dibagi dua, 3 punya pemkot, dan 3 punya pusat. Itupun yang hidup hanya 3, dipakai bergiliran. Alasannya untuk jaga-jaga kalau pompa utama bermasalah,” ungkapnya.
Sesuai arahan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang, rencana pembangunan enam pompa lainnya akan dibangun di embung yang berada di Pasar Waru. Pompa ini akan bermuara di Banjir Kanal Timur.
Dikatakan, Kelurahan Muktiharjo Lor merupakan kawasan pintu air terakhir menuju laut.
Karena pompa air kurang beroperasi maksimal serta curah hujan tinggi, daerah tersebut banjir terutama di Jalan Muktiharjo Raya. “Dulu jalan sini lebih tinggi dari Kaligawe. Karena sekarang Kaligawe sudah ditinggikan jadi daerah sini jadi rendah. Akhirnya air yang menuju ke laut berhenti disini,” tuturnya.
Selain itu, jalan tersebut merupakan jalur alternatif yang menghubungkan daerah Bangetayu dan Kaligawe. Jalan ini sudah berkali-kali terkena dampak proyek, salah satunya penanaman pipa gas. Proyek tersebut menghilangkan embung alam di lahan milik PJKA sepanjang 1 km, lebar 6 meter, sedalam 1,5 meter. “Seharusnya embung tersebut mampu menjadi tempat air mengalir. Kalau embung itu masih ada mungkin air tidak akan meluap, akan masuk ke embung alami,” tambahnya.
Masyarakat sekitar, lanjut dia, sudah terbiasa dengan kondisi banjir. Kebanyakan dari mereka telah meninggikan lahan rumah masing-masing. Meski demikian, masyarakat tetap menginginkan adanya perbaikan. “Setiap musim penghujan masyarakat sudah mengusulkan agar jalan ditinggikan minimal setara dengan rel, namun dari pemkot belum merespon,” katanya. (mg1/mg4/ida/bas)