RADARSEMARANG.COM, Semarang – Dari 2.000 angkutan umum di Kota Semarang nyaris setengahnya sudah tidak beroperasi lagi. Meski sudah new normal, jumlah penumpang tetap sedikit. Tentu saja, pendapatan tidak bisa menutup biaya operasional.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda Semarang Bambang Pranoto Purnomo mengatakan, setidaknya ada 2.000 angkutan umum dengan 35 jurusan ranting dan cabang. Pandemi Covid-19 yang melanda membuat pengusaha angkot terpaksa berhenti. “Ada yang tetap memilih beroperasi, banyak yang merugi,” katanya.
Ia menambahkan, rute yang paling terdampak adalah angkot jurusan ranting yang melayani rute sekolah. Semenjak sekolah dirumahkan, otomatis tidak ada penumpang sama sekali. “Akhirnya memilih tidak beroperasi dan sebagian memilih mencari pekerjaan lain,” ujarnya.
Bambang meminta agar Pemprov Jateng maupun Pemkot Semarang bisa memberikan perhatian lebih kepada pengusaha angkot. Jika memang ada kebijakan subsidi harus diprioritaskan, mengingat angkutan menjadi salah satu moda transportasi yang masih diminati masyarakat. “Jika kondisinya tidak segera berubah, bisa tutup,” tambahnya.
Sebenarnya memang tempat wisata sudah kembali dibuka. Hanya saja, angkot perlu tetap mendapat jatah, mengingat kendaraan pribadi yang digunakan. Padahal, pengusaha tetap harus mencukupi kebutuhan dan membayar angsuran kendaraan. “Memang ada relaksasi, tetapi kan tetap harus membayar bunga bank, jadi tetap memutar otak,” tambahnya.
Pengamat Transportasi Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan, transportasi paling terdampak selama pandemi Covid-19. Harus ada kebijakan yang memihak agar bisa bertahan dan kembali beroperasi. “Jika tak segera diatasi, akan banyak yang tutup. Tentu ini akan berdampak besar. Apalagi transportasi umum sedang digagas sebagai upaya mengurangi kemacetan,” tambahnya. (fth/ida/bas)