33.4 C
Semarang
Sunday, 12 October 2025

Bangunan Kantor OJK Roboh

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Bangunan bekas Istana Gergaji di Jalan Kyai Saleh, Semarang roboh. Gedung itu dulu menjadi tempat tinggal Raja Gula terkaya di Asia Tenggara, Oei Tiong Ham. Bangunan yang kini menjadi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jateng-DIJ itu ambruk saat akan direnovasi. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.

Informasi yang dihimpun RADARSEMARANG.COM menyebutkan, gedung yang masuk Bangunan Cagar Budaya (BCB) itu roboh, Selasa (28/7/2020) sekitar pukul 16.00. Bangunan yang ambruk di bagian depan. Sepanjang kurang lebih 30 meter dan tinggi sekitar 5 meter. Bangunan itu merupakan ruang resepsionis dan ruang kepala Kantor OJK. Tiga hari terakhir sudah dikosongkan karena pilar gedung retak bahkan patah.

Dandi, warga di sekitar lokasi kejadian mengaku mendengar suara gemuruh saat ngopi di rumah di seberang jalan depan kantor OJK.”Saya mendengar suara seperti bangunan ambruk. Keras sekali. Saya lalu keluar, ternyata benar ada bangunan ambruk,” ujar warga Sambiroto, Tembalang ini di lokasi kejadian.

Ia melihat, saat bangunan tersebut roboh banyak debu beterbangan. Seperti asap. Pegawai kantor OJK juga berlarian keluar. “Kalau korban jiwa kelihatanya tidak ada,” katanya.

Irawan, satpam kantor OJK mengatakan, sebelum roboh, pilar dan tembok bangunan sudah retak. “Tiga hari lalu sudah retak. Sebenarnya sudah lama. Tapi tiga hari lalu terlihat lebih parah,” ujar Irawan.

Dikatakan, sebenarnya bangunan tersebut akan direnovasi. Bahkan, sudah dipasang besi penyangga bangunan. Diduga tidak kuat, akhirnya atap bangunan bagian lobi yang akan direnovasi tersebut runtuh.

“Ini kan bangunan lama, bangunan cagar budaya. Mungkin sudah lapuk akhirnya roboh. Tidak menimpa apa-apa, sudah disterilkan. Sebelumnya karyawan juga sudah diberitahu,” katanya.

Kepala OJK Regional 3 Jateng dan DIJ Aman Santosa mengatakan, pihaknya sudah akan merenovasi bangunan tersebut sejak lama. Bahkan, sudah berkoordinasi dengan Dinas Tata Ruang dan Distaru serta Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).

“Kita sudah melalukan assessment, persiapan. Gedung sudah dikosongkan. Sudah kita persiapkan, pasang pengaman. Karena memang sudah mau diruntuhkan. Ternyata sudah diruntuhkan oleh alam sendiri,” jelasnya.

Ditanya tanda-tanda sebelum mengalami roboh, Aman menerangkan sebelumnya bangunan tersebut mengalami keretakan pada bagian pilar sekitar sepekan lalu. Meski demikian, sebelum terjadi keretakan, sudah didahului perencanaan renovasi pada bagian bangunan yang roboh tersebut. “Kalau rencana renovasi sudah dulu-dulu, karena ini bangunan tua. Bangunan ini sudah kita ditempati sejak 2015,” katanya.

“Persentase tingkat kerusakan sekitar 10 persen. Bagian kanopi depan dan bagian pendopo. Itu sudah kita sangga, untuk segera dirobohkan. Kalau kerugian kan bangunan tua,” bebernya.

Sebelum mengalami roboh, semua aktivitas pegawai telah dipindahkan di ruangan yang lebih aman. Masih satu kompleks dengan bangunan tersebut.

“Sudah ada ruang kerja di kiri kanan dan belakang. Yang depan itu ruangan saya dan Pak Wakil dan sudah pindah beberapa hari yang lalu di gedung lain,” terangnya.

Aman juga menegaskan, robohnya bangunan itu tidak memengaruhi operasional atau aktivitas kerja di OJK. Pelayanan tetap dilakukan seperti biasa.

“Kita akan segera melakukan renovasi sesuai rencana dan koordinasi dengan Distaru, Tim Ahli Cagar Budaya.  Kita akan kembalikan seperti bentuk semula,” katanya.

Robohnya bangunan bekas Istana Gergaji itu pun menyita perhatian warga. Lalu lintas jalan depan kantor OJK tersendat. Kapolsek Semarang Selatan Kompol Untung bersama anggotanya tampak di lokasi melakukan pengecekan. Pun Unit Inafis Poltestabes Semarang juga datang di lokasi melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Untuk penyebabnya, pihaknya masih melakukan penyelidikan.

“Ini bangunan cagar budaya. Kami masih lakukan penyelidikan. Kebetulan ini bangunan cagar budaya. Tentunya ada aturan khusus,” ujarnya.

Perlu Penelitian dan Fakta Konkret

Situs cagar budaya memiliki aturan khusus dalam proses perlindungan dan konservasi. Termasuk dalam melakukan pelestarian. Hal tersebut semata-mata untuk dapat tetap mempertahankan nilai yang terkandung dari situs tersebut.

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Semarang Ufi Saraswati menuturkan, ada aturan khusus yang menjadi panduan dalam pelestarian situs cagar budaya. Semua tertuang dalam Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010. Dalam semua proses perlakuan benda cagar budaya harus berdasarkan aturan tersebut. Termasuk ketika akan dilakukan pemanfaatan, revitalisasi, maupun adaptasi.

“Jadi, tidak boleh gegabah. Pelestarian yang dilakukan harus memenuhi kaidah yang ditetapkan dalam UU Cagar Budaya,” ujarnya saat dikonfirmasi RADARSEMARANG.COM terkait robohnya bangunan cagar budaya yang menjadi kantor OJK Regional 3 Jateng-DIJ.

Ia menjelaskan, meskipun berstatus sebagai cagar budaya, bukan berarti sebuah situs tidak dapat dilakukan renovasi. Menurutnya, jika memang hal tersebut perlu dilakukan, maka sah-sah saja. Apalagi untuk dapat melindungi nilai-nilai dari cagar budaya tersebut. Namun semua itu tetap kembali pada patokan, yakni undang-undang tersebut.

“Rata-rata ketika kita menemukan situs cagar budaya, hampir dipastikan sebagian besar tidak utuh. Karena memang dari masa lampau. Karena itu, untuk menjaga nilainya kita perlu melakukan pelestarian,” kata dosen Sejarah Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini.

Sementara itu, terkait kewenangan izin pemanfaatan bangunan cagar budaya (BCB), Ufi menjelaskan semua berada di tangan pemerintah di tempat cagar budaya berada. TACB Kota Semarang hanya dapat melakukan kajian dan rekomendasi. Di mana pihaknya akan menilai apakah suatu situs dapat memenuhi syarat untuk dijadikan cagar budaya. Baru setelah dirasa memenuhi persyaratan, TACB akan memberikan rekomendasi agar ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar budaya.

“Dan untuk izin pemanfaatan misalnya untuk museum, perkantoran atau lainnya sudah masuk ranah pemerintah. Kita hanya memberikan kajian dan rekomendasi saja,” ujarnya.

Menanggapi runtuhnya salah satu sisi Gedung OJK yang notabene merupakan bangunan cagar budaya, pihaknya mengaku tidak mengetahui izin penggunaan dari gedung tersebut. Sebab, hal tersebut sudah masuk ranah Pemerintah Kota Semarang. Termasuk soal robohnya gedung sebelum proses renovasi berjalan, pihaknya meminta perlu adanya penelitian dan fakta konkret terkait rencana tersebut.

Sehingga dapat diketahui penyebab dari runtuhnya bangunan yang dulunya milik konglomerat abad 19 bernama Oei Tiong Ham tersebut. Apakah dalam prosesnya telah memenuhi aturan UU atau belum?

“Bagaimana gedung itu bisa digunakan OJK saya kurang tahu. Tapi yang jelas jika memang akan dilakukan renovasi harus sesuai dengan aturan dalam UU Cagar Budaya agar tetap dapat mempertahankan nilainya,” katanya. (mha/akm/aro)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya