RADARSEMARANG.COM, Semarang – Terbukti melakukan pelanggaran, sejumlah siswa yang diterima di SMA Negeri dipastikan akan dicoret. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng tengah merekap temuan pelanggaran saat verifikasi data siswa yang diterima dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020. Misalnya, di SMA Negeri 7 Semarang, ditemukan penggunaan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang dinilai janggal. Bahkan, setelah dilakukan pengecekan di lapangan, terbukti siswa tersebut belum sampai satu tahun tinggal di Kota Semarang.
“Ada kejanggalan, salah satu calon siswa lulusan SMP di Jakarta, namun masuk zonasi dan memiliki KK satu zona dengan sekolah. Setelah ditelusuri memang tinggal di dekat sekolah, namun baru enam bulan,” beber Kepala SMA Negeri 7 Semarang Amin Soleh kepada RADARSEMARANG.COM, Senin (6/7/2020).
Sesuai aturan yang ada, lanjut dia, SKD berlaku minimal satu tahun setelah tinggal di wilayah tersebut. Pihak sekolah pun telah memanggil dan melakukan mediasi dengan orang tua siswa terkait permasalahan tersebut. “Sesuai aturan nggak bisa, karena belum setahun. Siswa tersebut gugur (dicoret). Orang tua siswa juga memahami. Sejauh ini baru ada satu temuan ini,” ujarnya.
Dikatakan, dari 360 siswa yang diterima, hingga kemarin masih ada 16 siswa yang belum melakukan daftar ulang. Rinciannya, lima siswa dari zonasi, tiga siswa dari jalur prestasi, dan delapan siswa dari jalur afirmasi dan mutasi. “Mungkin dua hari ini baru akan melakukan verifikasi, dan bisa full kuotanya,” jelas Soleh Amin.
Pantauan di SMA Negeri lain, proses verifikasi data siswa PPDB masih dilakukan hingga 8 Juli besok. Sejauh ini, belum ada siswa yang dicoret. Di SMA Negeri 2 Semarang, proses verifikasi data siswa masih berlangsung. “Verifikasi data masih dua hari, sementara ini lancar-lancar saja,” kata Kepala SMA Negeri 2 Semarang Yuwana.
Hal sama juga terjadi di SMA N 8 Semarang. Sugiyo selaku kepala sekolah mengaku, telah melakukan verifikasi data dan hasilnya tidak ada siswa yang dicoret. “Belum ada siswa yang dicoret,” ujarnya.
Kepala SMA Negeri 3 Semarang Wiharto menuturkan, dari 408 siswa yang diterima dalam PPDB tahun ini, tidak ada siswa yang dicoret. “Semua prosesnya telah kita laporkan ke dinas setiap hari, tidak ada siswa yang dicoret,” tegasnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng Jumeri mengatakan, sampai saat ini pihaknya terus melakukan verifikasi data yang rencananya dilakukan hingga Rabu (8/7/2020). Di antaranya pengecekan SKD dan data lainnya. “Proses verifikasi sampai tanggal 8 mendatang, masih jalan terus, temuan masih kita rekap, Mas,” katanya, Senin (6/7/2020).
Untuk pemberian sanksi sendiri, sebelumnya Jumeri menjelaskan akan diputuskan melalui sidang setelah hasil temuan dilakukan rekapitulasi. “Untuk sanksi atau keputusan sidang kita buat tidak sepihak dan adil,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo blusukan ke sejumlah sekolah untuk mendengarkan masukan dari siswa maupun orang tua siswa terkait sistem PPDB tahun ini. Beberapa SMA dan SMK Negeri telah dikunjungi Ganjar selama proses PPDB berlangsung. Di antaranya SMA Negeri 1, 2 dan 3 Semarang, serta SMK Negeri 1, 2, 4, 5 dan 8 Semarang.
Di tempat-tempat itu, Ganjar kulakan masalah dengan mengajak ngobrol siswa maupun orang tua siswa tentang mekanisme PPDB 2020. Dari mereka, Ganjar mencatat semua masukan yang dikeluarkan sebagai bahan evaluasi.
Kepada Ganjar, sejumlah siswa mengatakan bahwa sistem PPDB tahun ini cukup rumit. Selain itu, ada pula yang menyoroti terkait zonasi yang dianggap kurang adil, karena hanya mengutamakan dekat-dekatan dan usia. “Saya kira zonasi ini memperhitungkan jarak dan nilai, ternyata hanya jarak dan umur. Saya sempat khawatir, karena kegeser dengan yang lebih tua. Padahal jarak rumah saya dengan sekolah juga dekat, tapi usianya masih sangat muda, di atas saya masih banyak yang lebih tua,” kata Haqiqi,15, salah satu calon siswa SMA Negeri 2 Semarang.
Seharusnya, lanjut dia, sistem zonasi harus dibarengi dengan prestasi. Artinya, meskipun jarak menjadi penentu, namun nilai atau prestasi juga menjadi pertimbangan.“Kalau seperti ini, yang muda dan nilainya bagus kalah dengan yang tua dengan nilai pas-pasan. Padahal jaraknya sama,” tambahnya.
Namun tak sedikit pula yang setuju dengan adanya sistem zonasi ini. Menurut mereka, sistem zonasi merupakan sistem pemerataan sekolah dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk belajar di sekolah terdekat. “Ya bagus ya, dengan sistem zonasi ini, anak saya bisa sekolah dekat dengan rumah. Jadi, tidak khawatir selama perjalanannya,” kata Nur Safitri,42, salah satu orang tua siswa.
Berbagai keluhan dan masukan itu diserap baik-baik oleh Ganjar. Ia membenarkan bahwa sistem PPDB ini memang masih ada kekurangan yang harus diperbaiki. “Memang banyak problem yang kami temukan di lapangan. Misalnya, ada daerah yang tidak memiliki sekolah negeri, sehingga tidak ada yang bisa masuk zonasi. Kami sudah berikan solusi dengan membuatkan sekolah jarak jauh dan mudah-mudahan segera kami bangun sekolah permanen tahun depan,” ujarnya.
Problem selanjutnya dalam PPDB tahun ini adalah zonasi. Menurut Ganjar, sistem itu dibuat setelah sekolah sudah dibangun terlebih dahulu. Sehingga posisi zonasinya tidak merata mengingat banyak sekolah yang dibangun berdempetan dan belum merata. “Ini yang jadi persoalan, karena sekolahnya ada dulu baru dibuat zona, maka pating pletot (tidak rapi). Kalau memang mau tetep zonasi, maka sepertinya kita harus membuat persebaran sekolah yang lebih merepresentasikan kewilayahan, sehingga aksesnya semua menjadi dekat,” jelasnya.
Kalau itu tidak bisa dilakukan, Ganjar mengusulkan adanya perubahan persentase jalur penerimaan PPDB untuk tahun selanjutnya. Menurutnya, bisa saja, jalur zonasi menjadi kriteria nomor dua, yang pertama adalah jalur prestasi. “Karena banyak masukan ke saya, kalau sistemnya begini anak-anak ndak perlu belajar susah-susah, kalau deket sekolah pasti keterima. Jangan sampai sistem ini menurunkan semangat belajar siswa,” ucapnya.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait proses PPDB tahun ini. Selain untuk perbaikan ke dalam, evaluasi juga akan disampaikan sebagai masukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Nanti kami sampaikan masukan ini kepada Pak Menteri, karena kami sudah punya pengalaman di lapangan seperti apa,” katanya.
Terpisah, Ketua DPRD Jawa Tengah,Bambang Kusriyanto mengatakan minimnya keberadaan sekolah di wilayah pinggiran ditengarai menjadi salah satu penyebab PPDB SMA menjadi kacau. Karenanya, kalangan DPRD Jateng mendorong supaya pembangunan SMA, khususnya di wilayah pinggiran segera dilakukan pemprov. “PPDB kemarin salah satu yang dikeluhkan masyarakat karena adanya sistem zonasi,” kata Bambang Kribo – sapaan akrabnya, Senin (6/7/2020).
Sistem tersebut mengakibatkan banyak siswa tidak bisa tertampung, karena tidak ada SMA negeri di beberapa wilayah. Ia mencontohkan, di wilayah Kabupaten Semarang yaitu Kecamatan Sumowono. Di kecamatan tersebut tidak ada SMA negeri, mengakibatkan siswa harus memilih sekolah yang jaraknya lebih jauh di luar kecamatan. “Di kecamatan tersebut tidak ada SMA negeri, sehingga para siswa harus bersekolah di tempat yang jauh,” katanya.
Menurutnya, sistem zonasi yang diterapkan pemerintah dalam PPDB harus diimbangi dengan tersedianya SMA negeri secara merata. Sehingga lulusan SMP di wilayah tersebut dapat melanjutkan pendidikan di SMA negeri melalui jalur zonasi. “Masih banyak wilayah di Jateng yang tidak ada SMA negerinya. Padahal dalam sistem zonasi, kalau jaraknya jauh akan sulit bersaing,” ungkapnya.
Selain di Kecamatan Sumowono, ia mencatat di Kecamatan Bandungan, Kecamatan Kaloran Temanggung, dan Kecamatan Limbangan, Kendal juga tidak ada SMA negeri. (den/ewb/aro/bas)