RADARSEMARANG.COM, Semarang – Objek wisata dan tempat hiburan di Kota Semarang mendapat kelonggaran. Boleh beroperasi. Salah satu syaratnya harus mengantongi rekomendasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang.
“Sektor pariwisata hiburan, seperti karaoke, spa, panti pijat, arena permainan, lounge dan tempat wisata seperti desa wisata dan lainnya sudah bisa buka, kami juga telah menyiapkan surat edaran kepada para pengelola,” kata Kepala Disbudpar Kota Semarang Indriyasari Senin (22/6/2020).
Dalam surat edaran tersebut, lanjut wanita yang akrab disapa Iin ini, mengacu tiga hal yakni Keputusan Menteri Kesehatan, instruksi Gubernur Jawa Tengah, dan Peraturan Wali Kota Semarang terkait pembatasan kegiatan masyarakat (PKM), dan wajib mengajukan rekomendasi kepada Disbudpar.
“Kalau nggak ada rekomendasi nggak boleh buka. Kita siapkan tim untuk melakukan pengecekan. Total ada 10 tim yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Satpol PP dalam melakukan pengecekan,” jelasnya.
Pengecekan yang dilakukan, menurutnya, tergantung jenis sektor wisata itu sendiri. Pada dasarnya adalah penerapan protokol kesehatan, misalnya spa atau tempat pijat yang wajib menggunakan masker dan sarung tangan atau yang lainnya. Termasuk dalam pembatasan pengunjung dalam sebuah room karaoke.
“Dalam pengecekan kami akan tuangkan berita acara. Itu jadi dasar kami melakukan rekomendasi. Pengecekan akan kami lakukan secepatnya apabila pengelola mengajukan,” terangnya.
Tempat hiburan ataupun objek wisata, harus menyediakan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk penerapan protokol kesehatan. Atara lain alat pengecekan suhu tubuh, hand sanitizer, tempat cuci tangan, dan sebagainya. Dia juga menekankan pengelola untuk menyiapkan pembayaran non tunai.
“Indikatornya berbeda setiap sektor wisata karaoke misalnya, tidak boleh menyediakan pemandu karaoke. SPA atapun tempat pijat juga wajib menggunakan sarung tangan,” bebernya.
Sementara untuk destinasi wisata, jumlah pengunjung akan dibatasi 50 persen dari kapasitas. Selain itu Disbudpar juga akan melihat dari kemampuan pengelola untuk memantau pengunjung dan durasi kunjungan wisatawan.
“Kita fokusnya ke tempat wisata atau tempat hiburan yang dikelola swasta. Apalagi mereka sudah lama tutup dan perekonomian harus jalan,” katanya.
Untuk tempat wisata milik pemerintah, menurut Iin, akan dibuka sesuai dengan keputusan Disbudpar. Pada dasarnya objek wisata milik pemerintah siap berjalan dan siap dibuka. “Kalau milik pemerintah belum dibuka, intinya sudah siap tapi kita fokuskan ke swasta dulu,” ucapnya.
Sampai Senin (22/6/2020) kemarin, total sudah ada lima pengelola wisata maupun hiburan yang mengajukan rekomendasi. Iin memastikan, sampai kemarin belum ada tempat wisata ataupun tempat hiburan yang buka. Pasalnya rekomendasi belum diberikan kepada pengelola.
“Belum ada yang buka karena kami belum keluarkan rekomendasi satupun. Setelah ada rekomendasi baru boleh buka. Kalau ada yang buka, silahkan laporkan, dinas siap memberikan sanksi mulai teguran, tertulis sampai yang terberat penutupan tempat usaha,” pungkasnya
Direktur Utama PT PRPP Titah Listiyorini menyambut baik langkah pelonggaran kepada sektor wisata, karena dianggap membawa angin segar bagi perekonomian.
“Kita langsung siapkan dan ajukan secepatnya. Semoga saja rekomendasi bisa cepat turun,” katanya.
Titah menjelaskan jika pihaknya telah menyiapkan berbagai standar kesehatan, misalnya wajib memakai masker, pengecekan suhu, pembatasan pengunjung hingga anjuran tidak berkerumun. Beberapa titik pun telah dipasang tempat cuci tangan, dan posko kesehatan.
“Pengunjung hanya akan dibatasi 2.000 orang. Lama kunjungan pun maksimal tiga jam. Target saya rekomendasi bisa secepatnya dikantongi,” harapnya.
Selama pandemi atau tiga bulan terakhir, Titah mengaku harus menutup Grand Maerakaca dan PRPP. Total kerugian pun mencapai Rp 1,2 miliar. “Ya tiga bulan ini pendapatan kita hilang Rp 1,2 miliar,” pungkasnya. (den/zal/bas)