RADARSEMARANG.COM, Semarang – Pendaftaran online Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK Negeri kembali dikeluhkan orang tua calon peserta didik. Mereka mengeluh kesulitan dalam pendaftaran online. Selain mendatangi sekolah, ada juga yang mengadu ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, Kamis (18/6/2020).
Di SMA Negeri 6 Semarang, sedikitnya 19 orang tua calon peserta didik yang mendatangi sekolah di Jalan Ronggolawe, Semarang Barat ini. Pun di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng, ada puluhan orang tua calon peserta didik yang mengeluhkan kendala yang dialami di bilik pengaduan.
Agung Nugroho, warga Bungangan, Semarang Timur mengaku sudah dua kali datang ke Dindikbud Jateng, karena permasalahan pilihan sekolah anaknya yang tidak muncul. Ia mengaku aduannya sudah mendapat respons. Namun hingga Kamis (18/6/2020) belum ada solusi. Ia hanya diminta untuk menunggu dan terus mencoba.
“Padahal ini menyangkut psikologis anak. Bayangkan kalau anak cerita ke sesama temannya yang sudah bisa daftar, tapi ini kok belum bisa daftar? Anak saya jadi deg-degan, tidak tenang,” kata Agung Nugroho kepada RADARSEMARANG.COM.
Dikatakan, anaknya berencana masuk SMA Negeri 5 Semarang. Pilihan lainnya, SMA Negeri 1 Semarang dan SMA Negeri 3 Semarang. Ia beralasan memilih sekolah itu, karena paling dekat dengan zonasi. Anaknya alumnus SMP Negeri 6 Semarang.
“Aslinya pengin masuk SMA 11, cuma ndak masuk zonasi. Kalau terkait pelayanan cepet, antrian juga ada, cuma susahnya belum ada solusi dari dinas. Besok (hari ini Jumat, Red) kalau ndak bisa, ya saya ke sini lagi, yang jelas gara-gara masalah ini, waktu bekerja saya terbengkalai,”keluhnya.
Hal yang sama dialami Uut Ihsan Saputro, warga Kenconowungu 1, Karangayu, Semarang Barat. Ia justru mengalami trobel pada sistem zonasi. Uut heran untuk jalur prestasi tidak mengalami trobel, sedangkan apabila menggunakan jalur prestasi, khawatir anaknya tidak bisa lolos, karena nilai kurang.
“Kalau zonasi sama rumah deket, saya dari kemarin ke sini (SMA Negeri 6), anggapan saya mana tahu kalau langsung di sekolah bisa. Saya mau daftarkan putri saya. Alumni SMP Negeri 10 Semarang. Yang jelas kecewa sudah dua kali ini belum bisa juga akibat trobel,” katanya.
Kepala SMA Negeri 6 Semarang Lukita Yuniati mengaku di sekolahnya masih mengalami kendala pada layanan PPDB online. Di antaranya, pilihan sekolah karena belum bisa muncul, kemudian KK (kartu keluarga) kurang dari setahun, kemudian poin zonasi khususnya bagi pendaftar yang berprestasi yang memilih dalam zonasi, karena nantinya diberi tambahan nilai 2,25 atau setara juara 1 tingkat kota berjenjang.
“Masalah baru juga ada akreditasi sekolah SMP, karena sekolahnya sebenarnya sudah A, tapi di sistem tertulis B. Padahal bisa jadi penentu tambahan nilai. Kalau akreditasi A x 100 persen, kalau B x 90 persen, kalau C x 80 persen, termasuk tidak terakreditasi x 70 persen,”jelas Lukita Yuniati didampingi Ketua PPDB SMA Negeri 6 Semarang, Jaenal Abidin.
Sekolahnya akan menerima 422 siswa, yang terbagi 12 kelas. “Untuk pendaftar melihat zonasi hingga pukul 10.15 ada 293 orang, jadi menurun karena pukul 06.00 kami lihat ada 310 pendaftar, ditambah pendaftar mutasi ada 5, afirmasi 18, prestasi 117. Jadi, memang setiap siswa selama masih dibuka PPDB online dari 12-25 Juni masih bisa ganti pilihan, ganti jalur, dan ganti sekolah,”jelasnya.
Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang Widi Nugroho menyebutkan sebagaimana data yang dihimpunnya menunjukkan bahwa kuota jalur afirmasi yang disediakan SMA Negeri di Jateng sebanyak 17.159 kursi dari total keseluruhan daya tampung SMA Negeri yang sejumlah 110.863. Adapun beberapa daerah yang memiliki kuota terbanyak, yaitu Kota Semarang, Brebes, Banyumas dan Cilacap.
Pihaknya melihat, selain masalah itu juga ada beberapa kendala teknis masih terjadi dalam proses pendaftaran calon peserta didik baru jenjang SMA dan SMK Negeri di Jawa Tengah. Kendala tersebut yaitu lamanya waktu untuk membuat akun dan juga mengaktivasi. Selain itu dalam proses pendaftaran, pilihan sekolah belum dapat muncul, kebingungan calon peserta didik dalam perubahan data karena salah input. Begitupun kendala KK tidak bisa masuk karena pembuatanya yang belum ada jangka satu tahun.
Atas masalah itu, pihaknya menyarankan ada beberapa hal yang harus diantisipasi dan seharusnya sudah disediakan pemerintah. Di antaranya, perlu adanya transparani data tenaga kesehatan dan tenaga pendukungnya sejak awal yang dapat dipantau publik, supaya kuota tersebut tidak disalah gunakan. Kemudian perlu adanya transparansi data calon peserta didik dari keluarga miskin yang dapat di pantau publik, sehingga kuota miskin tepat sasaran. “Serta harus adanya transparansi data calon peserta didik dari panti asuhan yang sudah diverifikasi yang dapat dipantau publik, utamanya panti asuhan yang dikelola masyarakat, supaya kuota tidak di salah gunakan,”kata Widi Nugroho. (jks/aro/bas)

