RADARSEMARANG.COM, Semarang – Persebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap harus diwaspadai di tengah pandemi Covid-19 tahun 2020 ini. Kendati jumlah kasusnya lebih kecil dan tingkat kematian menurun dibanding tahun 2019.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang sampai Kamis (28/5/2020) pukul 10.00, mencatat ada 239 kasus DBD yang terjadi di Semarang. Tiga kasus di antaranya berakhir dengan kematian.
Kepala Dinkes Kota Semarang Moch Abdul Hakam memaparkan sejak Januari pihaknya mencatat ada 25 kasus yang terdaftar dengan satu pasien yang meninggal. Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat pada bulan Februari yang mencapai 60 kasus dengan satu pasien di antaranya tidak tertolong. “Puncaknya ya di bulan Maret. Kami mencatat ada 71 kasus DBD di Semarang. Namun kali ini jumlah kematiannya nihil,” ujarnya.
Dirinya melanjutkan grafik tersebut mulai turun pada bulan April. Terdapat 56 kasus DBD dengan satu di antaranya meninggal. Jumlah tersebut terus mengalami penurunan. Hingga pada periode 1 sampai 28 Mei, pihaknya hanya mencatat 27 kasus DBD baru dengan nol kematian.
“Meskipun banyak, namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka kasus DBD di Semarang tersebut jauh lebih sedikit. Dimana kasus yang ada mencapai 375,” lanjutnya.
Tercatat pada tahun 2019, pada bulan Januari terdapat 60 kasus, Februari 80 kasus, Maret 88 kasus, April 80 kasus dan terakhir Mei dengan 67 kasus. Selain itu, kasus kematian yang diakibatkan DBD pada tahun tersebut terdapat pada bulan Februari dan Maret dengan masing-masing empat kasus. Dan bulan April dengan dua kasus.
Pihaknya menambahkan sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kasus DBD di Semarang. Yakni dengan menyediakan tenaga epidemiologi di seluruh Puskesmas, meningkatkan kapasitas kepada GASURKES (Petugas Surveilans Kesehatan), menggiatkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumatik (GSRSJ) dan masih banyak lainnya. Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai pihak untuk rutin mengadakan PJN (Pemantauan Jentik Nyamuk) secara serentak setiap seminggu sekali.
“Kami juga ada inovasi yakni Bersatu Tanggulangi Deman Berdarah (Tunggal Dara). Jadi nantinya pelaporan, analisa dan penyebarluasan informasi DBD dapat dilakukan secara online kepada petugas, pemangku kepentingan dan masyarakat melalui sistem informasi yang terintegrasi,” pungkasnya.
Sementara itu salah satu petugas Gasurkes di Puskesmas Karanganyar, Semarang, Ita Yuniati menuturkan ada perubahan sistem pelaksanaan PJN saat pandemi terjadi. Untuk tetap menjalankan social distancing, saat ini tiap RT diwajibkan memantau jentik warga secara mandiri. Sehingga ia tidak lagi berkeliling tiap RW untuk turut memeriksa.
Nantinya hasil yang didapat RT akan diserahkan ke kelurahan setiap seminggu sekali pada hari Jumat. Barulah setelahnya ia dapat merekap hasil yang ada. “Jadi tetap ada PJN setiap Jumat. Namun sudah tidak ada apel dan kumpul-kumpul. Dan diganti secara mandiri,” pungkasnya. (akm/ida/bas)