RADARSEMARANG.COM, Semarang – Ramadan tahun ini di Pondok Pesantren (Ponpes) Askhabul Kahfi, berbeda dengan tahun sebelumnya. Biasanya semua santri wajib di pesantren dan melakukan kegiatan beraneka ragam.
Lurah Pondok Askhabul Kahfi, Muhamad Rikza Syahputro mengatakan dimulai dari ba’da subuh ada kuliah subuh, ba’da ashar ada madrasah bersama, dan tadarus Alquran kolektif. Kemudian saat Magrib buka bersama, isha tarawih kemudian mengkaji kitab masing-masing hingga larut malam.
Sementara di saat pandemi ini hampir 95 persen santri pulang. Sisanya masih ada di pondok. Sekitar 100-an santri. Bagi santri yang masih di ponpes, tetap melakukan kegiatan ubudiyah normal Ramadan seperti tarawih dan salat jamaah. Namun tetap memperhatikan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah untuk social distancing. Termasuk dilarang tidur bergerombol, biasanya 1 kamar 8-10 anak, ini hanya 3-4 anak.
Adapun kajian yang dilakukan secara tatap muka dengan ustadz yaitu Ihya Ulumuddin atau kajian tasawuf akhlak, nafwu, dan Munajul Qowim. Sedangkan kegiatan mutalaah kitab tidak dilakukan secara tatap muka dengan ustadz.
“Kalau yang pulang kampung ada tugas khusus yaitu melakukan sistem pembelajaran daring dari guru ke wali santri kemudian ke siswa dan wajib dikumpulkan. Di antara tugas-tugasnya yaitu mata pelajaran yang biasa dikaji di kelas dan tadarus Quran. Setiap harinya, wali santri wajib menyetorkan tugas tersebut ke wali kelas,” katanya.
Sebelumnya, Abah atau bapak pengasuh pesantren KH Masruchan Bisri, biasanya setiap malam di bulan Ramadan mengaji bersama. Namun pada situasi ini, ia mengganti dengan memberikan surat rindu kepada santri. Yaitu berisi nasihat, instropeksi dan pendidikan melalui via online atau surat yang disalurkan dari wali kelas ke orang tua.
“Di saat salam, abah pasti mengungkapkan rasa rindu dari beliau dan para ustad, guru serta pengurus santri. Kepada santri yang di rumah, walaupun Ramadan tidak di pesantren harus tetap seperti di pesantren. Jaga tadarusnya, salat jamaahnya, puasanya jangan sampai bolong jika tidak ada uzur yang membatalkan,” jelasnya.
Dan di akhir surat, imbuhnya, diberikan nasihat untuk tidak kemana-mana jika tidak penting. Ia meminta santri untuk mengikuti petunjuk pesantren, orang tua dan pemerintah dalam rangka mengatasi covid-19 ini. Tak lupa, ia selalu mengimbau santri untuk selalu berdoa semoga wabah ini segera hilang.
Lockdown di Pondok, Bisa Eksplorasi Ilmu
Mayoritas santri yang masih menetap berasal dari luar Jawa seperti Riau, Palembang, dan Kalimantan. Karena lockdown, mereka berada di pesantren lebih tepat daripada di rumah. “Ada juga santri yang sudah pulang, tapi kembali lagi ke pesantren, karena merasa lebih enjoy di pesantren,” tambahnya.
Salah satu santri asal Kabupaten Batang, Budi Supriyatna mengatakan merasa bahagia karena bisa mengisi waktu luang dengan menambah banyak ilmu. Di sini, ia diajarkan time is knowledge, time is science, time is work ship dan time is a experience, eksplorasi berbagai ilmu.
“Kalau di rumah gitu-gitu tok, terus main sama teman yang kurang bermanfaat. Tapi kalau saya karantina di pondok pesantren, bisa mendapat banyak ilmu dan manfaat utamanya di bulan Ramadan,” ungkapnya.

Hal yang sama diungkapkan Hadib Mudhofar santri asal Muarabungo, Jambi. Faktor lockdown membuatnya tidak bisa pulang kampung. Namun di sisi lain, ia senang karena merasa lebih khusyuk saat beribadah di pesantren. “Lebih khusyuk disini, soalnya biasanya saya pulang 3 tahun sekali. Sekarang sudah kelas II Madrasah Aliyah kalau nanti pas lulus pulang lagi kan lebih menguras ekonomi dan biaya, jadi sekalian nanti saja,” katanya. (ifa/ida/bas)