RADARSEMARANG.COM, Semarang – Tak ada petunjuk dan tanda-tanda bahwa di Perumahan Bank Niaga itu terdapat sebuah pondok pesantren (ponpes) bernama Darul Falah Besongo.
Gapura gang tampak natural layaknya gang-gang perumahan pada umumnya. Portal gang diturunkan setengah. Tampak sebuah mobil yang hendak masuk terpaksa putar balik. Pengendara sepeda motor masih bisa masuk. Meski harus menunduk.
Wartawan koran ini cukup kesulitan menemukan ponpes itu. Sekitar lima menit, mengitari sudut-sudut perumahan. Sampai akhirnya bertemu dua orang pria berbusana muslim dan bersarung. Duduk di taman tengah perumahan. Kepada mereka, wartawan koran ini menanyakan lokasi Ponpes Darul Falah Besongo.”Saya Imam Taufiq, pengasuh ponpes Darul Falah Besongo itu. Sebelah saya ini H Ahmad Tajudin Arafat, yang akan mengisi Pengajian Posonan sore ini,” katanya, Rabu (29/4/2020).
Prof Dr KH Imam Taufiq, M. Ag merupakan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo sekaligus pengasuh Ponpes Darul Falah Besongo. Ia mengatakan, sengaja tak memberi papan petunjuk menuju lokasi pesantren. Menurutnya, agar keberadaan ponpes tak menjadi ekslusif di tengah masyarakat.
“Lagipula ponpes ini dapat ditemukan di Google Maps. Jadi memang ponpes ini milenial. Memang saya biarkan melebur dengan lingkungan. Sengaja tidak saya pasang informasi petunjuk di gang. Namun di tiap asrama ada papan informasinya,” ucapnya.
Abah Imam–kalangan santri menyapanya– menambahkan, barangkali ponpes asuhannya adalah satu-satunya ponpes yang letaknya ada di dalam perumahan. Santri-santri tinggal di rumah-rumah yang dijadikan asrama. Tiap rumah diisi 30 sampai 40 santri.
Mendekati pukul 16.30, santri dan satriwati tampak berduyun keluar asrama menuju pusat ponpes, yakni asrama B-9, lokasi diselenggarakannya Pengajian Posonan. Pengajian ini diadakan tiga kali dalam sehari. Yakni selepas subuh, menjelang buka puasa, dan selepas tarawih. Membahas tiga kitab karya ulama besar Nusantara. Yakni kitab Nailul masarat fi Taskhihi Dalail Khairat
Tentang Salawat, karya KH. Ahmad Basyir Jekulo; Tanqihul qoul tentang Hadist Keutamaan karya Syekh Nawawi Al Bantani ; dan Faidhul Hija tentang luapan nalar karya Mbah Sahal Mahfudz.
“Jadi pengajiannya kami desain untuk membahas tiga kitab karya ulama besar Nusantara itu. Sebab, isi kitab itu kontekstual dengan keadaan kultur Indonesia. Pengisinya saya selepas subuh, Ustaz Tajudin Arafat menjelang buka, dan Ustaz Karis selepas tarawih. Selama sebulan penuh,” tutur Abah Imam.
Ternyata lokasi B-9 tepat di sebelah Timur taman perumahan, tempat Abah Imam dan Ustaz Tajudin Arafat duduk berdua. Papan informasi B-9 nyaris tak terlihat, sebab tertutup ranting dan daun pohon mangga yang berdiri di depan gedung itu.
“Pesertanya nanti hanya 25 santri. Sebab sebagian besar santri dipulangkan sejak pertengahan Maret sebagai upaya mencegah Covid-19. Sesuai imbauan pemerintah. Sebenarnya total ada 300 santri. Semuanya mahasiswa,” tambahnya
Menurutnya, jika tidak ada pandemi covid-19, saat Ramadan, perumahan pasti penuh santri. Saat ini santri banyak berkegiatan di asrama masing-masing.
Tepat pukul 16.30 Pengajian Posonan dimulai. Ustaz Tajudin Arafat mulai membuka pengajian dengan solawat. Para santri khusuk mengikuti. Mereka membawa lembaran materi Kitab Faidhul Hija.
Para santri duduk bersila dengan menjaga phsyical distancing. Menyimak isi pengajian. Pengajian juga disiarkan secara langsung melalui Instagram. Sebab, santri yang telah dipulangkan juga wajib menyimak pengajian itu.
Banyak hal yang disampaikan Ustaz Tajudin. Salah satunya tentang penyikapan terhadap qada dan qadar. Para santri dibuat kelabakan ketika sang ustaz menanyakan perihal capaian-capaian seorang manusia.”Kalau kalian lulus kuliah, itu takdir atau hasil kerja keras kalian?” tanya Ustaz Taju.
Para santri terdiam. Ada yang bisik-bisik. Seakan ragu menjawab. Menurut Ustaz Taju, di sini nalar tentang qada dan qadar harus bermain. Qada dan qadar mesti diyakini. Namun, manusia tidak lantas berdiam menerima takdir tanpa bekerja keras.
“Gusti Allah punya ketetapan pada tiap nafas manusia. Meski demikian manusia tidak lantas hanya berdiam. Kerja keras itu wujud bersyukur manusia atas kehidupan yang telah dianugerahkan Tuhan. Maka, manusia harus terus bekerka keras mencapai sesuatu,” kata Ustaz Taju dihadapan para santri dan santriwati.
Menjelang akhir pengajian, Abah Imam memberikan sedikit wejangan. Ia mempersilakan para santri kembali ke asrama masing-masing menyiapkan buka puasa. Wartawan koran ini dipersilakan mengikuti buka puasa di salah satu asrama santri putra. (nra/bas)