RADARSEMARANG.COM, Semarang – Dinas Kesehatan Kota Semarang mulai mengingatkan warga mengenai bahaya Demam Berdarah Dengue (DBD). Pasalnya, penyakit tersebut sempat teralihkan dengan penyakit korona yang menarik perhatian masyarakat beberapa waktu terakhir
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Moch Abdul Hakam menuturkan, mulai Januari hingga Maret 2020 pihaknya telah mencatat 106 kasus DBD dengan dua kasus berakhir kematian yang ada di Semarang. Jumlah tersebut tersebar di seluruh kota dengan kasus tertinggi berada di daerah Mijen. Dari total kasus tersebut, sebanyak 15 hingga 16 pasien DBD dirawat di dua puskesmas di Mijen. Yakni, Puskesmas Mijen dan Puskesmas Karang Malang.
“Kalau untuk di Puskesmas Mijen sendiri kami mencatat ada sekitar sembilan sampai 10 kasus DBD. Kalau digabung dengan Puskesmas Karang Malang ya bisa mencapai jumlah yang saya sebutkan tadi,” bebernya.
Untuk daerah lainnya, pihaknya mencatat rata-rata tiap daerah mengalami dua hingga tiga kasus DBD. Kebanyakan DBD memang menyerang anak dibanding usia dewasa. Selain itu, pihaknya merincikan persentase berdasarkan jenis kelamin, penderita laki-laki dan perempuan merata 50 berbanding 50 persen. “Yang lainnya variasi, dua atau tiga. Yang banyak ya daerah Mijen sana,” lanjutnya
Sementara itu, pada periode yang sama 2018, Dinkes Kota Semarang mencatat 26 kasus DBD dengan 12 orang penderita perempuan dan 14 penderita laki-laki. Sedangkan pada 2019, terdapat 229 kasus DBD dengan 136 penderita laki-laki dan 93 penderita perempuan. Jika dilihat dari data tersebut, tahun ini jumlah kasus DBD yang ada di Semarang turun dari 2019 yang mencapai 229 kasus pada periode Januari hingga Maret.
Ia menambahkan, pihaknya masih mengantisipasi adanya kenaikan jumlah penderita DBD dalam beberapa waktu ke depan. Pasalnya, berdasarkan siklus 10 tahunan yang disampaikan Kementerian Kesehatan, masih ada potensi lonjakan kasus DBD di kemudian hari. Karena itu, untuk mencegah terjadinya hal tersebut, pihaknya mengajak masyarakat untuk turut serta menjaga kebersihan lingkungan. Termasuk dengan rutin menjalankan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Pemberantasan Jentik Nyamuk (PJN). Baginya, langkah tersebut lebih efektif daripada melakukan fogging yang justru membuat nyamuk menjadi resisten dan memberikan dampak kesehatan bagi anak dan lansia yang menghirup asap fogging tersebut.
“Kami juga tengah mengiatkan tim kelompok kerja operasional (Pokjinal) yang dipimpin oleh Pak Sekda. Semoga saja tidak bertambah lagi kasus DBD di Semarang ke depannya,” harapnya.
Peringatan yang sama juga disampaikan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ketua IDI Kota Semarang Elang Sumambar menuturkan, penting bagi warga tidak hanya fokus mengantisipasi korona saja. Apalagi menghadapi musim peralihan, di mana cuaca yang mulai menghangat, justru banyak penyakit tahunan yang mulai bermunculan. Salah satunya DBD. Pihaknya mengingatkan jangan sampai warga justru lengah menghadapi hal tersebut. Justru penyakit seperti DBD-lah yang lebih banyak menimbulkan korban jiwa di Semarang dibanding dengan penyakit korona.
“Ya kita lihat lah, di Semarang saja sudah ada dua yang meninggal akibat DBD. Sedangkan untuk korona belum ada. Ini bisa membuktikan bahwa DBD tak kalah berbahaya daripada korona itu sendiri,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri menanggulangi DBD tersebut. Perlu adanya partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk melakukan pencegahan. Karena itu, pihaknya mengimbau warga untuk dapat bersama dengan pemerintah melakukan langkah 3M+ guna memberantas DBD dan sarang nyamuk. Sehingga Semarang tidak menjadi seperti Nusa Tenggara Timur yang telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.
“Seperti tagline Kota Semarang yakni bergerak bersama, kami, masyarakat dan pemerintah harus bersama-sama menjaga lingkungan kita agar tidak menjadi sarang nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi penyebar penyakit DBD,”tandasnya. (akm/aro/bas)