RADARSEMARANG.COM, – Sampah, saat ini masih menjadi momok untuk Kota Semarang. Bahkan saking peliknya persoalan sampah, Pemkot Semarang menggaungkan gerakan Semarang Wegah Nyampah.(EKO WAHYU BUDIYANTO/RADARSEMARANG.COM)
GERAKAN Semarang Wegah Nyampah mendapatkan sambutan positif warga di hampir tiap kelurahan di Kota Semarang. Tidak terkecuali warga Kelurahan Mangunsari Kecamatan Gunungpati.
Melalui tangan-tangan terampil ibu-ibu PKK, sampah diubah menjadi barang bernilai tinggi. Salah satunya sampah kopi kemasan diubah menjadi tas yang kini banyak digandrungi.
Sutri, 46, warga RT 2/3 Kelurahan Mangunsari yang awalnya memiliki ide membuat tas tersebut. Tidak berhenti dengan adanya bank sampah, Sutri mencoba membuat inovasi, memanfaatkan sampah bungkus kopi kemasan untuk bahan baku pembuatan tas. “Daripada hanya dijual saja, kami berusaha memanfaatkan,” ujar Sutri, kemarin.
Ia mulai mengumpulkan sampah bungkus kopi kemasan dari angkringan di Kecamatan Gunungpati. Awalnya mencoba membeli 3 bagor sampah bungkus kopi berbagai jenis. Kemudian dari masing-masing jenis ia pilah. “Dikelompokkan per jenisnya,” katanya.
Kemudian, dari masing-masing jenis sampah bungkus kopi ia coba membuat sebuah tempat tisu. Bermodalkan ilmu yang ia dapatkan dari Youtube. “Setelah berhasil, saya mulai lapor ke RT. Kami meminta supaya kerajinan ini bisa dilakukan di semua Dawis (Dasa Wisma) di kelurahan kami,” katanya.
Gayung bersambut, pihak RT menyetujui dan langsung mensosialisasikan kepada masing-masing Dawis di Kelurahan Mangunsari. “Alhamdulillah ibu-ibu saling antusias,” ujarnya.
Akhirnya, masing-masing kelompok dawis mau belajar memanfaatkan bungkus kopi instan. “Latihan dari Youtube dan televisi untuk merajut dan menyusun bungkus-bungkus kopi ini,” katanya.
Tidak hanya tempat tisu, sekarang melebar sampai membuat tas, tikar, dan pernak-pernik lainnya. Adapun tata cara memanfaatkan bungkus kopi bekas tersebut diawali dengan mengumpulkan dari masing-masing angkringan. “Dari angkringan tkami beli satu bagor bungkus kopi seharga Rp 2 ribu,” ujarnya.
Setelah terkumpul, bungkus kopi bekas tersebut dicuci sampai bersih. Lalu setelah dikeringkan, baru dilipat sesuai pola yang diinginkan. Kenapa harus bungkus kopi? Jika dibentuk memiliki corak yang bagus. “Kalau dari sisi pembeli mintanya bungkus kopi, bukan dari bahan bungkus lain,” kata Tasriyanti, 47, warga Mangunsari.
Kata Tasriyanti, sebenarnya bungkus mi instan dan minuman instan bisa dimanfaatkan untuk bahan baku tas. “Tetapi memang pada memilih bungkus kopi,” ujarnya.
Untuk pembuatan satu tas berukuran 14 x 20 sentimeter membutuhkan waktu 5 hari dan membutuhkan 100 bungkus. Namun jika untuk pembuatan tikar, membutuhkan waktu sampai 3 bulan lamanya dan menghabiskan lebih dari 500 bungkus kopi sasetan. Cara menganyamnya pun juga tidak sembarangan. “Cara menganyam tidak langsung jadi satu. Namun per bagian, kemudian dijadikan satu supaya menemukan polanya,” ujarnya.
Saat ini pesanan dari tas dan tikar berbahan bungkus kopi bekas mulai banyak. Dari 2018 mulai diproduksi, sedikitnya sudah ada 700 barang mulai dari tas, tempat tisu, tikar, yang sudah terjual ke masyarakat umum. Penjualannya pun masih dari mulut kemulut. “Ke depan kami akan melakukan penjualan melalui media sosial, karena sekarang eranya seperti itu,” ujarnya. Pemanfaatan sampah bungkus kopi ini pun diharapkan bisa dilakukan di daerah-daerah lain. (*/ida)
