RADARSEMARANG.COM, Pemerintah Kota Semarang mulai menyadari pentingnya pola hidup sehat bagi warganya. Salah satunya dengan berolahraga. Untuk memfasilitasi hal tersebut, pemkot membangun puluhan fasilitas olahraga, mulai lintasan jogging track, lapangan futsal, lapangan bola volly, lapangan bulutangkis hingga lapangan sepakbola di perkampungan warga.
PAGI itu, di kawasan lapangan futsal Kelurahan Jerakah, Kecamatan Tugu tampak lengang. Belum ada warga yang memanfaatkan fasilitas olahraga yang dibangun Pemkot Semarang tersebut. Di sekitar lapangan, tampak taman bermain ramah anak yang kurang terawat. Rumput tinggi tumbuh di mana-mana. Sepertinya fasilitas ini jarang disentuh warga. Sebaliknya, lapangan futsal berdinding besi dan anyaman kawat itu lebih terawat.
Lapangan futsal tersebut sekilas memang tidak tampak dari luar. Sebab, keberadaannya yang persis di belakang rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Jerakah dan dikelilingi tembok tinggi membuat sebagian orang tidak mengetahui. Hanya warga setempat dan beberapa kelurahan tetangga yang mengetahui. Sebab, mereka mengikuti dari awal kabar pembangunan lapangan tersebut.
Setahun sejak diresmikan, kondisi lapangan futsal tersebut masih terawat. Dengan rumput sintetis dan lampu penerangan yang masih terjaga, lapangan tersebut memang dirawat dengan baik.
Lurah Kelurahan Jerakah Sukiyono menuturkan, selama ini pengelolaan lapangan tersebut diberikan kepada karang taruna setempat. Pihaknya hanya sebagai pemantau apakah pengurusan tersebut berjalan baik atau tidak. Sukiyono akan menegur jika memang pengelolaannya berjalan sembarangan.
“Itu semua yang mengelola karang taruna. Alhamdulillah kondisinya baik sampai saat ini,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Ia menambahkan, lapangan tersebut tidak hanya bagi warganya saja. Masyarakat umum diperbolehkan untuk menggunakan. Dengan membayar iuran perawatan, lapangan tersebut bebas dimanfaatkan bagi siapa saja. Sebab, pemerintah memang menyediakan saja. Namun untuk pengelolaanya dikembalikan ke masyarakat. “Bukan seperti sewa. Tapi lebih ke uang iuran untuk listrik, kebersihan dan lainnya,” lanjutnya.
Mengenai kendala pengelolaan, pihaknya mengaku kurang dapat memperkenalkan lapangan tersebut kepada masyarakat luas. Sebab, adanya tembok besar yang mengelilingi rusun membuat lapangan tidak terlihat dari luar.
Ia menceritakan, lurah sebelumnya pernah meminta Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang sebagai penanggung jawab rusun untuk membuka tembok tersebut agar lapangan dan taman ramah anak yang ada di samping terlihat dari jalan umum. Sayang, dengan alasan keamanan penghuni rusun, Disperkim menolak permintaan tersebut. Imbasnya yang telah terlihat taman ramah anak yang ada di samping lapangan futsal dalam kondisi tidak terawat dengan banyak tumbuh ilalang dan beberapa mainan yang telah patah.
“Kami sudah berupaya untuk memotong rumput di taman ramah anak. Tapi kalau tidak dipakai ya sama aja. Kami takutnya kondisi tersebut merambah ke lapangan futsal. Kalau banyak yang belum tahu tentu yang mengunjungi sedikit. Percuma dibikin mahal, tapi malah tidak termanfaatkan,” katanya.
Karena itu, pihaknya berharap pemerintah dapat mengabulkan permintannya merobohkan satu blok tembok di sekeliling rusun. Nantinya ia dapat membuat satu pintu pagar agar lapangan tersebut terlihat dari jalan umum. Sehingga dapat menarik masyarakat untuk berkunjung dan memanfaatkan lapangan tersebut. Selain itu, dirinya juga meminta fasilitas pendukung seperti kamar ganti dan toilet. Tujuannya agar masyarakat yang menggunakan tidak buang air kecil sembarangan dan dapat ganti baju di tempat yang disediakan. “Ya, mohon lah bisa dikabulkan agar mengganti satu blok tembok menjadi pagar besi. Jadi, bisa dilihat masyarakat,” harapnya.
Sport center juga dibangun Pemkot Semarang di Kelurahan Salaman Mloyo, Semarang Barat. Di sini juga dibangun lapangan futsal outdorr berumput sintetis.
Wahyudi, Ketua LPMK sekaligus pengelola lapangan futsal Kelurahan Salaman Mloyo mengaku soal perawatan lapangan pernah menjadi dilema baginya. Menurutnya, di satu sisi ia tak mau fasilitas yang telah dibangun Pemkot Semarang itu digerogoti kerusakan. Di sisi lain, ia khawatir dituduh menarik pungutan liar.
“Ya, masyarakat kan juga tahu itu fasilitas umum. Nanti saya dikira menarik pungutan liar atas fasilitas umum jika saya minta uang pada mereka meski saya bilang untuk perawatan,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM saat ditemui di rumahnya, Sabtu (11/1).
Berdasarkan pantauan RADARSEMARANG.COM, lapangan futsal yang dibangun pada 2018 itu tampak masih bagus. Tidak ada kerusakan sedikitpun. Pagar tidak ada yang jebol. Gawang dan jaringnya tak rusak. Rumput sintetis rata tanpa ada kebotakan. Cat pagar-pagar dan gawang cerah.
Menurut Wahyudi, kondisi lapangan futsal Salaman Mloyo yang masih terawat itu dilalui dengan proses diskusi dan musyawarah yang cukup panjang dengan warga. Ia mengatakan, tiga bulan pascadiresmikan lapangan dipakai bebas dan gratis. Tak lama, ada sedikit kerusakan.
“Jika terus dibiarkan justru akan merusak fasilitas umum. Akhirnya warga sepakat untuk mengalokasikan dana kas RT yang dikumpulkan dari warga untuk biaya perawatan dan kebersihan, yakni per RT dan RW Rp 100 ribu. Ada 33 RT dan enam RW. Jadi, total Rp. 3,9 juta,” bebernya.
Wahyudi menambahkan, sistem iuran itu dinilai warga kurang efektif karena hanya dibayarkan satu kali. Lama-kelamaan uang itu akan habis dipakai. Namun, juga dinilai akan memberatkan warga jika harus dibayarkan rutin. “Akhirnya, kami sepakat menerapkan sistem member. Kami membuka member untuk tim-tim futsal. Kami terapkan biaya kontribusi per bulan. Mereka bisa pakai lapangan itu hanya dengan memberi kontribusi untuk perawatan dan kebersihan per bulan tiap tim. Besarannya tidak kami patok. Namun seringnya member memberi Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu per bulan,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, biaya kontribusi itu juga dialokasikan untuk membayar pelatih tim futsal kampung. Selain itu juga untuk membeli bola dan perlengkapan lain jika sedang dibutuhkan. “Paling pokok untuk perawatan dan kebersihan,” ujarnya.
Lurah Salaman Mloyo Retno Setyaningsih mengatakan, terawatnya kondisi lapangan membuktikan kepedulian warga terhadap fasilitas umum yang dibangun pemkot. Kerusakan yang pernah dialami segera diatasi oleh warga melalui musyawarah yang baik. “Meski besarannya tidak kami tentukan, pengguna sadar dan membayar biaya kontribusi itu dengan besaran yang pantas. Ini bentuk kesadaran juga,” katanya.
Ucok, salah satu pengelola lapangan futsal Gayamsari mengaku pernah melakukan studi banding ke pengelola lapangan futsal Salaman Mloyo terkait perawatan dan kebersihan lapangan. Ia menuturkan, pagar lapangan futsal Gayamsari pernah mengalami kerusakan cukup serius.
“Selain karena terkena bola dari tendangan keras, juga karena banyak yang memanjat dan bersandar,” ujarnya.
Hampir sama dengan kasus di Salaman Mloyo, lapangan futsal Gayamsari pascaperesmian tidak memiliki manajemen pengelolaan yang matang dipersiapkan. Menurut Ucok, belum ada penanggungjawab pengawasan, perawatan, dan kebersihan. “Jangankan sistemnya, tim pengelolanya juga belum dibentuk seperti sekarang,” katanya.
Ucok menuturkan, model pengelolaan di Salaman Mloyo akhirnya dipakai di Gayamsari. Ia mengungkapkan, perlahan kerusakan-kerusakan lapangan bisa diatasi dengan biaya kontribusi dari member. “Sama seperti di Salaman Mloyo, biaya kontribusi di sini juga Rp 150 ribu per bulan,” tuturnya.
Pengelola lapangan futsal Gayamsari lainnya, Aji, mengatakan, perhatian terhadap perawatan dan kebersihan lapangan futsal Gayamsari menjadi tanggungjawab bersama. Menurutnya, tim pengelola hanya kepanjangan tangan warga saja. “Pemkot sudah membangunkan ini, maka sudah seharusnya kami menjaganya,” tuturnya.
Menurut Aji, model biaya kontribusi itu selain murah, juga sangat efektif. Sebab, perawatan bisa dilakukan oleh warga sendiri. “Kami tidak ingin merepotkan pemkot. Bayangkan jika kerusakan lima senti saja nanti lapor pemkot. Membuat pengajuan dana perbaikan. Malah jadi ribet. Jika pakai kontribusi begini kita bisa lebih cepat mengatasi kerusakan,” katanya. (akm/nra/aro)