RADARSEMARANG.COM, SEMARANG—Tidak semua korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mau melapor ke aparat hukum. Pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih diupayakan daripada penindakan.
“Stop pernikahan terhadap anak karena secara psikis atau secara fisik anatomi ekonomi, perkawinan anak belum kuat. Itu dari sisi pencegahan. Kalau dari sisi ekonomi perempuan itu berdaya maka kemampuan ekonomi kuat akan menurunkan potensi terjadinya kekerasan baik di tingkat keluarga maupun di masyarakat,” kata Ketua TP PKK Provinsi Jateng Siti Atikoh Suprianti dalam peringatan Hari Ibu ke-91 dan kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan yang berlangsung di lapangan Pancasila Simpanglima, Semarang, Minggu (8/12).
Ditambahkan Atikoh, pada 2019, angka kekerasan terhadap perempuan di Jateng mencapai 1.800 kasus. “Padahal kalau bicara masalah data tentang KDRT, itu seperti fenomena gunung es karena belum semua orang itu berani melapor. Terutama KDRT masih dianggap privasi bagi keluarga,” tambahnya dalam acara yang dihadiri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kapolda Jateng Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel, Pangdam IV Diponegoro Mayjen TNI Mochamad Effendi, Ketua PD Bhayangkari Jateng Ny Ningrum Amelza Dahniel, Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Daerah IV/Diponegoro, Ny. Septian Yudi Prastiwi.
Rombongan Forkompimda Jateng beserta istri melakukan jalan sehat bersama keluarga dari lapangan Simpanglima menuju Mapolda Jateng dan kembali lagi ke Simpanglima. Selanjutnya mengikuti senam poco-poco serta senam kesehatan bersama masyarakat kota Semarang. Sepanjang perjalanan, banyak masyarakat yang memanfaatkan kesempatan untuk berfoto bersama dengan para pemimpin tingkat Jateng ini.
Ny Ningrum Amelza Dahniel juga mengkampanyekan stop kekerasan pada anak karena anak adalah aset bangsa, negara dan keluarga. “Mari kita dukung mereka memiliki sumber daya yang baik sehingga SDM unggul Indonesia maju,” katanya. Ny Septian Yudi Prastiwi juga mendukung antibulying terhadap anak Indonesia. (hid/ton)