RADARSEMARANG.COM, SEMARANG–Butuh inovasi serta peran aktif keluarga dan pemerintah yang lebih kuat, untuk mencegah perkawinan usia anak. Inovasi penting tersebut ada lima hal yang bertumpu pada perempuan.
Pakar Gender dan Kebijakan Publik sekaligus Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Dr Ismi Dwi Astuti menyebutkan, pertama, tentang pentingnya memberdayakan anak perempuan dengan informasi, keterampilan dan jaringan pendukung. Kedua, mendidik dan memobilisasi orang tua dan masyarakat. Ketiga, meningkatkan aksesibilitas dan kualitas sekolah formal untuk anak perempuan. Keempat, menawarkan dukungan ekonomi dan insentif untuk anak perempuan dan keluarganya. Kelima, mengembangkan kerangka kerja hukum dan kebijakan.
“Terjadinya perkawinan usia anak, salah satu faktor penyebabnya adalah orang tua, kemudian daerah tinggal kritik sosial, kemiskinan, ketidaksetaraan gender serta pendidikan yang rendah,” katanya saat menjadi pembicara dalam Dialog Publik Pencegahan Perkawinan Usia Anak yang dilaksanakan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Jateng Pos di MG Setos Hotel Semarang, Kamis (5/12).
Asisten Deputi Partisipasi Media Kemen PPPA, Fatahillah mengatakan bahwa berdasarkan data BPS tahun 2018 proporsi perempuan menikah di rentang usia 20-25 tahun. Namun yang menikah sebelum usia 18 tahun sebesar 11,24 persen.
“Kalau dibandingkan dengan tahun 2017 angkanya memang turun, tapi turunnya hanya sedikit. Yakni 0,3 persen. Inilah yang membuat kementrian sangat konsen terhadap pencegahan perkawinan usia anak,” ungkapnya.
Banyak faktor yang menyuburkan perkawinan usia anak. Terberat adalah faktor adat budaya masyarakat Indonesia yang mendukung perkawinan anak. “Padahal dampak perkawinan dini sangat besar dan fatal. Mulai dari faktor kesehatan, tumbuh kembang anak, kualitas keluarga, bonus demografi yang berkurang dan kemiskinan perempuan secara terstruktur,” urainya.
Sedangkan Wakil Wali Kota (Wawali) Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menegaskan perlunya upaya pencegahan yang sistematis. Mengingat masa puber anak-anak saat ini semakin cepat. Belum lagi stimulan dari luar seperti perkembangan teknologi informasi yang memudahkan anak mengakses informasi termasuk konten negatif.
“Pencegahan perkawinan usia anak memang urgen dan penting. Sehingga kesadaran masyarakat perlu ditumbuhkan untuk bisa berperan serta dalam pencegahan perkawinan usia anak,” ujarnya. (hid/ida)