RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Mayoritas masyarakat Jawa Tengah menolak adanya kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang akan diterapkan pada Januari 2020 mendatang. Alasanya simpel, kenaikan iuran BPJS membebani masyarakat. Terutama masyarakat yang masuk anggota BPJS mandiri. Selain itu, kondisi perekonomian bagi sejumlah masyarakat saat ini semakin sulit.
“Saya sudah turun ke masyarakat dan lewat reses. Hasilnya banyak masyarakat yang mengeluh adanya kenaikan iuran BPJS terutama yang iuran secara mandiri,” kata Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah, Abdul Aziz.
Ia menambahkan, penolakan kenaikan iuran BPJS bukan tanpa alasan. Sebab, kenaikan yang mencapai 100 persen menjadi beban baru untuk masyarakat. Terutama memiliki jumlah anggota keluarga banyak dengan kondisi pendapatan pas-pasan. “Bayangkan jika satu keluarga ada empat orang dan anggota BPJS mandiri. Jika Kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000, tentu sangat memberatkan,” tegasnya.
Politisi PPP ini menilai pemerintah harusnya lebih bijak dalam mengeluarkan kebijakan. Apalagi, terkait urusan kesehatan yang menjadi urusan wajib sesuai amanah Undang-Undang. Masyarakat menolak dan banyak yang akan menurunkan kelas. “Bahkan sebagian mengaku tak akan membayar iuran BPJS jika di tengah jalan tidak mampu membayar tiap bulannya,” ujar Abdul Aziz.
Aziz menilai, jika iuran dinaikan harusnya untuk kelas I dan II. Yang memang diproyeksikan untuk kalangan mampu. Untul kelas III jangan sampai naik, mengingat untuk kalangan kurang mampu. Meski begitu, juga harus diantisipasi karena tidak menutup kemungkinan banyak yang turun kelas dengan kenaikan yang mencapai 100 persen.
“Catatannya tentu dengan fasilitas dan pelayanan yang maksimal. Nyatanya selama ini banyak keluhan dari masyarakat sudah ikut BPJS tapi kurang mendapatkan pelayanan bagus di rumah sakit,” tambahnya.
Kenaikan iuran BPJS rencananya akan dilakukan 2020 mendatang. Peserta kelas I yang semula membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000. Peserta kelas II yang semula membayar Rp 51.000 meningkat jadi 110.000. Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42.000. “Kenaikan ini jelas memberatkan, karena nominalnya cukup besar. Harusnya ada kebijakan yang tidak justru membebani masyarakat,” tandasnya. (fth/zal)