27.7 C
Semarang
Wednesday, 8 October 2025

Kejati Periksa Bupati dan Sekda Blora

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, SEMARANG – Bupati Blora Djoko Nugroho dan Sekretaris Daerah (Sekda) Komang Gede Irawadi diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi program pemerintah Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blora tahun anggaran 2017-2018. Pemeriksaan itu terkait peran tersangka Drs Karsimin, mantan Ketua Pokja yang juga mantan Sekretaris Dinas Peternakan dan Perikanan (Dinakikan) Kabupaten Blora.

Pemeriksaan itu bersamaan dengan penyerahan barang bukti dan tersangka atas nama Dr Wahyu Agustini, yang merupakan staf ahli Bupati Blora Bidang Ekonomi dan Pembangunan dari penyidik ke penuntut umum Kejati Jateng. Atas penyerahan itu, diagendakan pada minggu depan berkasnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Semarang. Sedangkan untuk Karsimin masih penyidikan.

“Sekarang tahap dua tersangka WA (Wahyu). Hari ini memang Bupati Blora dan Sekda diperiksa. Tapi kesaksian bupati kebanyakan ndak paham karena tak terlibat langsung. Untuk bupati ditanya sekitar sebelas pertanyaan,”kata Kepala Kejati Jateng Yunan Harjaka melalui Asisten Tipidsus Kejati Jateng Ketut Semedana, Rabu (6/11).

Terkait pemanggilan sekda, disebutkannya, diperiksa terkait mekanisme yang lebih paham. Dalam kasus Wahyu, ia menyatakan baik Sekda dan Bupati Blora sama-sama tak diperiksa. Ia berdalih karena baru mengetahui datanya. Untuk pertanyaan yang diberikan ke Sekda, diakuinya, sekitar 20 pertanyaan. Dalam program tersebut, Sekda mengetahui mekanismenya.

“Ini keduanya baru pertama diperiksa. Sekda tidak paham terkait penggunaan keuangan 2017, karena baru menjabat 2018. Hasil pemeriksaan nanti, apakah diperlukan pendalaman lebih jauh atau tidaknya? Ini baru diketahui ternyata ada persetujuan dari sekda, tapi ternyata tak terkait keuangan, makanya diperiksa,”jelasnya.

Untuk saksi yang diperiksa, dikatakannya, ada sekitar 65 saksi. Namun para saksi itu, lanjut dia, tidak semua dihadirkan dalam sidang, melainkan mana yang dianggap paling mengarah ke pembuktian. “Sekda diperiksa 2-3 jam,”ujarnya.

Dalam kasus itu, Karsimin telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Kedungpane, Semarang. Sedangkan Wahyu di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas IIA Bulu Semarang. Peran kedua tersangka tersebut, dikatakan Ketut, saling bersinergi. Dalam kasus itu, ia menjerat tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau Pasal 5 Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Adapun hasil korupsi dari hasil pemeriksaan untuk jalan-jalan, dinikmati secara pribadi, beli sovenir dan ada juga yang dibagi-bagi, sehingga diluar kepentingan operasional pengadaan.

“Ancaman hukumannya 20 tahun. Total kerugian negara hasil pemeriksaan masih Rp 670 juta dari anggaran Rp 2 miliar. Jadi, peran mereka mengumpulkan seperti satker melalui UPT. Di sanalah pengumpulan itu dilakukan, dana program ini dari kementerian,”jelasnya.

Pihaknya memastikan akan mendalami kasus itu, apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat atau memang hanya kedua tersangka, termasuk pejabat-pejabat di atasnya kalau ada yang terlibat. Adapun penahanannya, dikatakannya, selama 20 hari mendatang, terhitung mulai 31 Oktober hingga 13 November 2019.

Dari pantauan RADARSEMARANG.COM, pemeriksaan Djoko Nugroho dan Komang Gede Irawadi berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.16. Keduanya tampak diperiksa bersamaan memasuki ruang Tipidsus Kejati Jateng, namun kehadiran keduanya menggunakan mobil berbeda. Usai diperiksa, keduanya juga tampak bersama keluar, namun Komang lebih dahulu menaiki mobil. Sedangkan Djoko, awalnya ingin langsung beranjak pergi. Akan tetapi ketika awak media, menghampiri langkahnya langsung terhenti tepat di depan ruang parkir depan kantor Asisten Intelijen.

Dalam keterangannya, Djoko Nugroho mengaku diperiksa banyak pertanyaan yang jumlahnya sekitar sebelas pertanyaan. Terkait kasus itu, pihaknya memastikan patuh hukum. Sedangkan terkait program yang berujung tindak pidana korupsi tersebut, diakuinya, menggunakan dana APBN, turun melalui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, kemudian ke Pemkab Blora. Terkait pencairan uang itu, ia sendiri tidak mengetahuinya, namun atas status kedua tersangka, diakuinya, sudah diberikan sanksi.

“Ndak tahu pencairan itu, melihat juga ndak,”kata Djoko, sembari meminta izin meninggalkan awak media masuk ke mobil. (jks/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya