RADARSEMARANG.COM, SEMARANG– Pembatalan Rancangan Undang-Undang Kitab-Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) oleh Presiden Joko Widodo dan DPR, menjadi topik utama seminar nasional yang digelar Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang (FH Unwahas) Senin (4/11) kemarin. Seminar mengambil tema “RUU KUHP: Pembaruan hukum pidana nasional dalam perspektif Islam”. Diadakan di aula Fakultas Kedokteran Unwahas.
Narasumbernya adalah tim perumus RUU KUHP Prof Dr Barda Nawawi Arief. Guru besar hukum Islam UIN Walisongo Semarang Prof Dr Ahmad Rofiq. Guru besar ilmu hukum Unwahas Prof Dr Mahmutarom HR, Sekretaris program doktor ilmu hukum Unissula Semarang dan Dr Sri Endah Wahyuningsih. Sedangkan moderator acaranya adalah dosen FH Unwahas, Dr Sidqon Prabowo. Peserta seminar 250 orang dari berbagai unsur, Secara khusus juga di hadiri Ketua Pengadilan Agama Klas 1A Semarang, Anis Fuadz.
Ketua Panitia Seminar Nasional Dr Bahrul Fawaid menyampaikan, alasan pemilihan tema karena selama ini pemerintah sering dihadapkan pada isu-isu sosial dan keagamaan. Bahkan beberapa kali mendapatkan tudingan bahwa produk pemerintahan di bidang hukum seolah-olah bertentangan dengan agama Islam. Untuk itu fakultasnya mencoba mengkaji bagaimana irisan antara RUU KUHP dalam perspektif Islam.
Sementara itu, dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum, Dr Mastur menyampaikan bahwa seminar tersebut bertujuan mencari irisan RUU KUHP dengan Islam. Sekaligus memberikan dukungan kepada pemerintah agar segera mengesahkan RUU KUHP. Menurutnya, KUHP adalah produk lama penjajah Belanda yang sudah waktunya diubah secara mandiri oleh bangsa Indonesia.
“Belanda saja sudah tak berlaku. Sedangkan di Indonesia sudah sejak lama membentuk tim perumus RKUHP. Sehingga RKUHP sebagai produk bangsa sendiri seharusnya di sahkan. Apalagi sudah mengalami pergantian 7 kali presiden. Sejak zaman Soekarno hingga Jokowi. Belum lagi sudah dibahas 14 periode anggota legislatif. Namun tinggal ketok saja, ternyata masih ada pro kontra,” kata Mastur.
Sementara Prof Barda Nawawi mengatakan, ide dasar RKUHP sebenarnya sudah muncul lama. Sekitar 55 tahun untuk menggantikan KUHP peninggalan Belanda. Menurutnya, KUHP merupakan peninggalan usang penjajah Belanda yang secara sosio historis-filosofis tidak cocok dengan karakteristik bangsa Indonesia. Selain itu banyak di antara bagian-bagian dalam KUHP yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
“Indonesia membutuhkan KUHP yang lebih mencerminkan nilai-nilai keseimbangan. Dengan begitu sudah saatnya Indonesia melakukan pembaruan terhadap KUHP. Pembaruan hukum pidana pada hakekatnya mengandung upaya melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana,” jelasnya.
Sedangkan, Prof Mahmutarom menyampaikan bahwa masyarakat perlu memahmi secara komprehenshif RUU KUHP. Ia menyampaikan, RUU KUHP lahir dari pemikir-pemikir hukum asli Indonesia. Yang memahami persis karakteristik bangsa Indonesia. Dengan demikian, sudah mencerminkan nilai-nilai dan hukum islam. Mampu menjawab perkembangan zaman.
“Masalahnya, kadang-kadang orang kita masih menghakimi sesuatu tanpa mau membaca dan memahami terlebih dahulu dengan baik,” ungkapnya. (jks/zal)