RADARSEMARANG.COM, SEMARANG–Hingga akhir September kemarin, ada 70 ribu hektare lahan pertanian di Jawa Tengah terdampak kekeringan. Dari jumlah tersebut, 17.902 hektare sawah mengalami gagal panen/puso.
Sawah yang mengalami gagal panen ini tersebar di 32 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Paling parah adalah di Cilacap yang mencapai 4000 hektare sawah. Disusul di Kebumen dan Grobogan.
Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortukultural dan Perkebunan, Distanbun Jateng, Herawati mengatakan bahwa sawah puso atau gagal panen sebenarnya menjadi masalah klasik pada pertanian di Jateng. Diakibatkan masih ada petani yang tidak mengikuti masa tanam.
Sebenarnya, ia katakan, para petani mengetahui kapan musim penghujan dan kapan musim kemarau. Hanya saja, terkadang mereka gambling atau coba-coba. Dengan kata lain, masih menanam, barangkali masih ada hujan.
”Mustinya kan nanam di musim penghujan. Kalau ada irigasi ya musim tanam kedua April-Juni. Tapi daerah yang tadah hujan ikut menanam. Akhirnya ketika nggak turun hujan ya kekeringan,” ujarnya.
Seharusnya, di musim kemarau seperti ini, para petani menanam tanaman yang tidak membutuhkan banyak air. Yakni komoditas yang masih bisa tahan di musim kemarau seperti kedelai, kacang hijau dan jagung. ”Para petani bisa menanam tanaman yang tidak membutuhkan air banyak sehingga mereka tidak rugi,” ujarnya.
Ditambahkan, sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan asuransi untuk para petani yang sawahnya mengalami gagal panen. Baik dari pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Hanya saja memang belum banyak yang melakukannya. ”Sebenarnya mereka bisa mengasuransikannya. Sehingga ketika gagal panen mereka akan mendapat ganti,” jelasnya. (sga/ida)